Hai! Hello! (Hello! Hai!)
Hai hai hello! (Hello hello hai)
Siapa di sini yang mempunyai diari? (diari itu apa? *duenggg)
Anak zaman now sudah tidak mengenal diari mungkin ya, kata saya dalam hati.
Siapa yang hobi menulis? Dari hampir 30an siswa di kelas IV tidak ada yang mengaku suka menulis.
Siapa yang suka membaca? Lagi-lagi tidak ada yang mengangkat tangan.
Siapa yang tahu google? Suasana lalu heboh karena hampir semua mengetahui.
Antusiasme para siswa mulai terlihat. Suasana kelas makin interaktif ketika saya mulai tik tok bertanya terkait google. Begitu juga saat mencoba searching dengan memasukkan keyword dari mereka, salah satunya “pahlawan nasional.”
Dalam sekian detik, halaman hasil pencarian terpampang di layar laptop. Saya kemudian bertanya lagi, siapa yang menulis artikel yang begitu banyak di google. Termasuk ibu guru yang mendampingi kelas saat itu, oh iya ya, mungkin beliau juga tak terpikirkan 😀
Karena internet sudah menjadi kebutuhan tak terkecuali di kalangan anak-anak sehingga sangat butuh pengetahuan siapa-siapa saja yang ada dibaliknya. Salahsatunya penulis konten yaitu peran blogger.
Baby shark time!
Waktunya ice breaking, terlalu lama masuk materi anak-anak biasanya akan mulai jenuh. Saatnya mencairkan suasana. Saya memutarkan video baby shark yang ada gerakan tariannya. Sengaja saya mengikuti trend anak-anak yang saya lihat dari lingkungan rumah, pertamanya sih lihat kesukaan anak sendiri yang masih balita. Berhasil! Mereka pun fasih mengikuti macam-macam gerakan ikan hiu tersebut. Bahkan lebih fasih dari saya, ya iyalah ya 😀
Lagi! (Lagiiii…!)
Main tebak-tebakkan, yuk! Saya melihatkan gambar di depan dan para siswa menjawab. Antusias banget mereka, untunglah mempunyai stock profesi banyak. Namun, dibalik tebak-tebakkan ini pesan yang saya tekankan pada perbedaan profesi yang mirip dengan blogger. Misalnya yang mencari, melaporkan, dan menulis (reporter/wartawan), yang menulis buku (penulis), yang menulis kolom di koran (kolumnis), yang menulis/menyumbang artikel di website (penulis konten)….barulah ke profesi lain ada paspampres, teller, kusir, pramugari, dan masih banyak lainnga. Seruuu… apalagi kalau mereka sudah meminta klu karena kesulitan menjawab (*’bangga terlihat pintar di depan anak-anak).
10 MENIT.
Tiga puluh menit yang cepat. Karena fasilitator sudah menari dengan time keeper-nya, tanda waktu 10 menit lagi saya mulai menyimpulkan materi termasuk menyisipkan nilai kejujuran, kerja keras, pantang menyerah, dan kemandirian untuk bisa mewujudkan cita-cita.
Lima menit terakhir, saya mulai mengkondisikan siswa agar berbaris memanjang untuk menempelkan cita-cita di pohon cita-cita. Sambil menyanyi
“Mau jadi apa, mau jadi apa, mau jadi apa ini cita-citaku…!”
Itu tadi cerita saya berbagi inspirasi di kelas IV SD Maleber Barat Bandung. Saya mengadaptasi metode Bang! Outline Message Bridge Example Recap Bang! (BOMBER B) yang ada di panduan kelas inspirasi. Adapun berikut point mengajar dari saya:
1. Karena tidak mempunyai seragam khusus, saya membawa laptop, perangkat yang identik dengan ngeblog (termasuk menunjukkan smartphone kalau tidak hanya buat main game/nonton youtube tapi juga bisa buat ngeblog).
2. Membuat outline singkat di power point (tidak disarankan menggunakan LCD) tapi kalau saya cukup taruh laptop di bagian tengah depan. Kondisikan sesuai jumlah anak, bisa lesehan jika muridnya banyak atau bangku dibuat memutar kalau jumlah siswa sedikit. Agar interaktif dan semua siswa terlibat. Outline ini penting memandu kita di dalam kelas jangan sampai di tengah-tengah kita terhenti dan suasana menjadi tak terkendali.
3. Memiliki banyak ice breaking. Misalnya metode analogi saya di awal antara blog dan diari gagal, harus cepat berpikir dan mencairkan suasana. Jangan sampai garing di depan ya. Untuk stock yel-yel atau ice breaking bisa melihat di akun instagram @seributepuk maupun saling belajar antar relawan atau yang anaknya sudah PAUD atau TK bisa tuh sekali-kali mengintip tidak sekedar antar jemput dan mengobrol hehe…
4. Mengenali kelas secara singkat dan cepat. Misalnya masuk kelas kecil (1, 2, dan 3) atau kelas besar (4, 5, dan 6), jumlah siswa per kelas (kurang dari atau lebih dari 20 anak), latar belakang (SD di daerah atau di kota), karena berbeda kelas kita tidak bisa menerapkan metode yang sama.
Awalnya bingung juga sih mengenalkan profesi blogger. Apakah membuat peraga atau bagaimana? Kalau peraga apa? Kalau teman mau memberi usul boleh banget lho. Hmmm…kalau kakak-kakak bagaimana metode di kelas inspirasinya? Saling sharing, yuk!^^
*foto oleh tim dokumentasi KI Bandung #6 SD Maleber Barat Bandung