Pentingnya Peran Keluarga dalam Mendampingi Periode Emas Anak di Era Kekinian

Nye…nye… nyee… ocehan pertama keluar dari mulut si kecil. Ia lalu belajar menapakkan kaki. Terjatuh kemudian bangun lagi. Rasanya setiap tahap itu mungkin baru kemarin termasuk saat-saat rewelnya ketika mau tumbuh gigi. Hingga akhirnya ia bisa membuat rumah bak “kapal pecah”, berlari, memanggil “Ibu” dengan sempurna, hingga sekarang bisa berebut gadget.

Momentum pertumbuhan masa kecil anak akan berlalu dengan cepat dan tak bisa terulang. Setiap tahapannya istimewa terutama pada periode emas di lima tahun pertama kehidupannya. Penelitian menyebutkan pada masa keemasan perkembangan otak mencapai 90 persen, 50 persen di antaranya terjadi di usia 3 tahun pertama. Selain golden age ditekankan juga pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dimulai dari terbentuknya janin hingga kira-kira berumur 2 tahun.

Namun, di era teknologi dan komunikasi saat ini pemenuhan gizi dan nutrisi saja tidaklah cukup. Setiap anak harus dibekali karakter yang kuat sebagai pondasi masa depannya. Pendidikan karakter yang dimulai dari rumah diharapkan bisa membendung dampak negatif pesatnya dunia digital terutama karena mudahnya akses anak terhadap gadget.

Untuk itulah pelibatan keluarga sebagai bagian pendidikan sangat penting sesuai amanat Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang idealnya terdiri dari orang tua dan anak memiliki peran strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang bersinergi dengan satuan pendidikan dan lingkungan masyarakat.

1

Keterlibatan Keluarga dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam Permendikbud Nomor 84 Tahun 2014 Tentang Pendirian Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sesuai umurnya satuan PAUD kemudian dibagi menjadi Taman Kanak-kanak (TK) dengan prioritas umur 5-6 tahun, Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Kelompok Bermain (KB) dengan prioritas usia 3-4 tahun, Taman Penitipan Anak (TPA) dengan prioritas sejak lahir hingga usia 4 tahun, dan Satuan PAUD sejenis.

Namun, terkadang kita terjebak bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah dengan harus bersekolah di tempat baik yang difasilitasi pemerintah maupun non pemerintah. Sehingga banyak tetangga saya yang anaknya masih sekitar usia dua tahun sudah disekolahkan. Memang itu tidak salah dan kembali pada situasi dan kondisi masing-masing keluarga. Kata psikolog ada baiknya jika ibu tidak bekerja full time, anak balita lebih baik dekat-dekat dahulu dengan orang tua sebagai bagian penguatan bonding dan attachment (hubungan mesra antara orang tua dan anak).

Pendidikan anak usia dini bisa diajarkan dari rumah oleh ibu dan ayah, serta jika ada anggota keluarga yang lain seperti kakek dan nenek. Sebab, rumah adalah tempat belajar pertama bagi anak dan meletakkan pondasi dan bekal sebelum pendidikan lebih lanjut. Utamanya dari seorang yang ibu yang merupakan teladan maupun pendidik pertama bagi anak atau dikenal dengan ungkapan al ummu madrasatul ula.

2

Banyak hal yang bisa dilakukan orang tua di rumah khususnya ibu untuk mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak apalagi di era kekinian dengan tantangan digital yang tak bisa dihindarkan. Masa depan anak sebagai generasi alfa kelak akan semakin kompetitif, filter dari efek buruk dunia digital pun harus dimiliki. Pengalaman belajar sambil bermain yang menyenangkan bisa dilakukan di rumah di antaranya dengan:

  • Mengenalkan dasar agama pada anak. Misalnya melibatkan anak saat salat bagi Muslim, berdoa sebelum memulai aktivitas.
  • Mengajarkan kebiasaan hidup yang baik. Misalnya cuci tangan sebelum makan, sopan dan menghormati yang lebih tua.
  • Menstimulasi kemampuan motorik dan kognitif. Misalnya bermain playdoh, mengajak berbicara dengan kalimat lengkap.
  • Melatih kepercayaan diri dan sosial anak. Di era globalisasi kemampuan sosial sangat penting, dulu saya “takut” bertemu orang asing tapi saat ini hampir di semua tempat kita dapat berjumpa dengan orang dari luar negeri. Agar di masa depan anak tidak minder saya mulai melatih anak sulung saya yang belum genap 4 tahun berani mengatakan “hai” pada turis saat berjumpa di jalan.
  • Termasuk membatasi gadget. Gadget tidak hanya smartphone tapi semua barang elektronik yang memiliki layar termasuk televisi. Durasi ideal mengakses gadget menurut psikolog anak Feka Angge Pramita yang dikutip dari HaiBunda.com adalah satu jam saja sehari untuk anak usia 2-5 tahun. Efek negatif gadget di antaranya otak pada anak tidak akan berkembang baik padahal periode emas, tidak baik untuk mata, dan paparan radiasi. Untuk anak dibawah dua tahun tidak disarankan ekspos pada layar dari gadget elektronik karena dapat mengakibatkan keterlambatan bicara dan gangguan tidur. Sebagai ibu, saya sendiri kerap memutar otak agar anak tidak kecanduan gadget khususnya smartphone karena kalau sudah memegang susah untuk mengambil kembali. Kalau kata artis Marcell yang pernah saya baca intinya adalah orang tua tidak memegang handphone saat bersama anak dan menjauhkan dari jangkauan. Solusi tersebut ampuh bagi saya, HP kerap saya sembunyikan dan saat anak tidak melihat HP tidak ada drama berebut HP lagi. Sebagai orang tua kita bisa menyiasati kecanduan gadget dengan berinteraksi secara maksimal dengan anak disertai berbagai media pembelajaran seperti buku, CD, playdoh, mainan edukasi, dan lainnya sehingga lebih menyenangkan. Namun, jika anak tengah memegang HP kita pun harus turut mendampingi dan mengawasi sehingga fungsi gadget sebagai sarana edukasi yang positif.

3

Dukungan Ayah

Di era kekinian, pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab ibu. Walaupun porsi pengasuhan dari ibu memang lebih banyak sebab tugas utama ayah adalah mencari nafkah. Ada yang bilang kalau anak kurang perhatian dari ibu maka akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang kasih sayang/empati, jika kurang perhatian dari ayah akan tumbuh dengan sikap kurang menghargai terhadap orang lain.

Dari sisi psikologis, pola pikir perempuan cenderung emosional yang menuruti perasaan sedangkan laki-laki memiliki pola pikir rasional atau berdasarkan logika. Anak yang tumbuh dengan perhatian kedua orang tua akan bisa menyeimbangkan kedua hal tersebut. Itulah pentingnya komunikasi antara suami dan istri yang telah berperan sebagai ayah dan ibu.

Di rumah saya membiasakan, kedua anak saya yang masih balita menyambut ayah saat pulang bekerja. Saat libur, kami menghabiskan waktu bersama. Ada kalanya saya membiarkan ayah dan anak main bersama. Ini sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan si kecil terutama dalam menyeimbangkan kecerdasan antara IQ, EQ, dan SQ.

4

Walaupun bisa dibilang capek bekerja tapi sebagai seorang ayah tidak boleh menomorduakan anak. Sebab anak adalah alasan kita membanting tulang. Di Indonesia sendiri perlu didorong keterlibatan ayah sebab Indonesia masih menempati peringkat kedunia fatherless country di dunia. Hal ini menunjukkan kesadaran ayah masih minim terhadap campur tangan pendidikan anak.

Merencanakan Keluarga Hebat

Tidak ada sekolah menjadi ibu dan orang tua pada umumnya. Menjadi ayah maupun ibu adalah belajar seumur hidup. Hal-hal inilah yang kadang membuat antara ayah dan ibu berbeda pola pikir sehingga cara pengasuhan pun berbeda antara keduanya. Komunikasi suami dan istri sejak awal sangat penting sehingga tidak saling menyalahkan.

Di rumah, suami adalah pencari nafkah dan saya sebagai ibu rumah tangga. Namun, kami sudah membicarakannya sejak sebelum menikah. Bersyukur dan menerima adalah kunci keharmonisan keluarga. Sebab, masalah ekonomi apalagi hidup di kota besar kadang memicu pertengkaran keluarga yang ujungnya berimbas pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang kerap menjadikan anak sebagai korban.

Karena itu menurut saya agar masa keemasan yang juga merupakan pondasi pembangunan karakter anak bisa optimal harus dimulai dari keterlibatan keluarga. Kesiapan fisik, mental, dan ekonomi dari orang tua akan menciptakan keluarga harmonis yang melahirkan generasi hebat. Si kecil tumbuh optimal dalam lingkungan keluarga yang nyaman. Di antara hal yang bisa mewujudkan hal tersebut misalnya:

  1. Pembekalan pasca ujian akhir sekolah (UAS) sembari menunggu kelulusan SMA. Apakah piihannya mau kuliah, kerja, atau menikah. Pembekalan ini bisa kerjasama antara guru bimbingan konseling (BK) dan dinas pendidikan atau lembaga terkait misal komisi perlindungan anak. Yang dikhawatirkan adalah begitu lulus SMA langsung menikah. Usia yang belum matang akan berpengaruh dalam menghadapi persoalan rumah tangga dan ekonomi keluarga.
  2. Bimbingan sebelum menikah. Bisa difasilitasi dari KUA dan lembaga/dinas terkait misal Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPPA). Bimbingan ini di antaranya memberikan gambaran tentang keluarga sehingga mereka tidak hanya siap menikah tapi juga siap mental saat menjadi orang tua serta mencegah KDRT. Peserta bisa diketahui saat ada yang melapor untuk menikah. Lokasi bimbingan bisa di kelurahan atau kecamatan bahkan KUA.
  3. Pemerintah mengawasi perusahaan/kantor untuk menjalankan cuti melahirkan tiga bulan atau enam bulan bagi perempuan untuk mengoptimalkan pemberian ASI Ekslusif. Pemberian ASI Ekslusif merupakan rekomendasi WHO dengan manfaat yang sangat banyak.
  4. Pemerintah menganjurkan ruang bermain atau menyusui pada perusahaan termasuk instansi. Misalnya untuk usia 0 bulan sampai lima tahun plus ada pengasuhnya. Yang memanfaatkan bisa membayar atau potong gaji dengan syarat yang diatur perusahaan. Sehingga, kinerja ibu tidak menurun karena satu tempat dengan anak yang masih butuh pengawasan. Di sela-sela istirahat pun ibu bisa menengok anak sehingga mengurangi rasa khawatir. Hak anak pun tidak terabaikan.
  5. Pemerintah atau lembaga terkait secara rutin melakukan seminar/penyuluhan untuk terus meningkatkan pengetahuan orang tua di bidang parenting maupun tantangan di era teknologi dan komunikasi. Misalnya melalui posyandu.

5

Semoga dengan kesiapan orang tua yang telah memiliki pengetahuan awal bisa mewujudkan keluarga harmonis dan hebat yang melahirkan generasi emas Bangsa Indonesia agar bisa bersaing di kancah dunia. Peran keluarga hebat ini salahsatunya sudah ditunjukkan oleh Azzam Habibullah putra dari pasangan Henry Ridho dan Laila Sari. Di usia yang belum genap 17 tahun Dididik Langsung oleh Orangtuanya, Azzam Menorehkan Prestasi dengan menginjakkan kaki di Amerika Serikat dan Austria atas kepeduliannya pada lingkungan. #sahabatkeluarga

*foto-foto dokumen pribadi oleh Darma Legi

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.