“Tiada hari tanpa medali emas” slogan yang bersliweran di media selama perhelatan Asian Games 2018 tersebut paling mengena buat saya. Walau saya bukan seorang atlet, tapi semangat, kerja keras, dan pantang menyerah yang ditunjukkan para pahlawan olahraga Indonesia berhasil memompa energi dan darah saya sebagai seorang ibu.
Anthony Sinisuka Ginting yang begitu mati-matian melawan tunggal putra Shi Yuqie dari China dalam final beregu putra badminton. Dia menunjukkan ingin bermain maksimal dan melakukan yang terbaik untuk bangsa ini hingga titik darah penghabisan. Walau emas tak didapat perjuangannya menjadi teladan bahwa kita harus totalitas dan sepenuh hati terhadap profesi apapun yang kita geluti.
Jonathan Christie yang tidak diunggulkan namun berkat usaha dan motivasi karena dukungan rakyat Indonesia tampil optimal dan meraih emas. Semangat juga ditunjukkan Gregori Mariska saat melawan tunggal putri Jepang dalam bulutangkis beregu putri keluar sebagai pemenang berkat keuletannya.
Di Timnas Sepakbola walau gagal lolos ke babak selanjutnya, permainan Lilipaly dan kawan-kawan begitu ciamik. Bangkit dari Hongkong setelah ketinggalan 1-0 berubah unggul 1-3. Indonesia mengejutkan keluar sebagai juara grup. Saat melawan Uni Emirat Arab (UEA) di fase enam belas besar, Indonesia juga ketinggalan terlebih dahulu namun berkat kolektivitas tim mampu menyamakan kedudukan 2-2. Namun, keberutungan saat pinalti dimiliki UEA sehingga kesebelasan garuda muda gagal melaju ke babak perempat final.
Di cabang pencak silat bahkan Indonesia meraih 14 emas dari 16 medali emas yang diperebutkan. Tentu saja itu bukan hanya keberuntungan semata. Tapi dilalui dengan disiplin latihan bertahun-tahun hingga melakukan simulasi pertandingan seperti di Asian Games. Pertandingan pun tak mudah di antaranya harus berlangsung dramatis sebelum meraih podium tertinggi. Olahraga asal Indonesia ini pun bisa menyatukan dua petinggi negeri ini yang sama-sama akan maju dalam pilpres 2019 dalam pelukan Hanifan dan balutan sang saka bendera merah putih. Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prabowo Subianto.
Masih banyak prestasi atlet yang perlu dibanggakan. Baik yang mendapat emas maupun tidak, ajang olahraga terbesar Asia ini memberikan energi luar biasa untuk semua rakyat Indonesia. Animo yang luar biasa dari anak-anak hingga lansia. Dari sejak diumumkannya bahwa dua kota di Indonesia akan menjadi tuan rumah Jakarta-Palembang, masyarakat semakin antusias saat kedatangan api abadi India yang kemudian dikawinkan dengan api Mrapen kemudian dibawa keliling dalam pawai obor ke 54 kota di Indonesia. Puncaknya saat berlangsungnya Asian Games resmi dibuka pada 18 Agustus 2018 hingga 2 September 2018. Kemeriahan mural-mural di perkampungan di jalanan, gambar maskot Asian Games di berbagai produk sponsor membanjiri masyarakat, hingga dari opening dan closing ceremony yang mengguncang dunia.
Bagi saya pribadi, Asian Games melecut untuk menjadi ibu yang terbaik yang berjuang melahirkan dan menumbuhkembangkan anak hebat. Ayah Jonathan Christie menjual mobilnya demi Jojo ikut kejuaraan bulutangkis dan memberikan asupan nutrisi sejak kecil agar stamina sebagai atlet terpenuhi. Ayah pebukutangkis Fitriani rela berpindah kerja agar dekat dengan mimpi sang putri dan para ibu yang berdoa tiap malam dengan rela ditinggalkan sang anak demi mengharumkan nama negeri. Saya tidak mau kalah dengan mereka. Sebab kita harus berlomba lomba dalam kebaikan. Saya ingin ikut berjuang mjadi ibu yang melahirkan generasi emas negeri ini, bermental sekuat baja.
“Ibu nanti aku juga nyanyi di situ ya,” ucap Namiya yang belum genap 4 tahun polos saat bendera merah putih diiringi kumandang lagu Indonesia Raya dikibarkan di Asian Games karena berhasil meraih emas. Bagi saya itu adalah tantangan untuk memfasilitasinya agar lebih baik. Walaupun masa depan ada di tangannya kelak namun sebagai ibu kita mendukung dan berusaha memberi yang terbaik agar ia bisa menjadi “orang”.
Bukan Sekedar “Latah” Gegap Gempita Asian Games
Secara keseluruhan sudah seharusnya masyarakat menjadikan momen ini untuk menjadi maju. Pemerintah, rakyat, dan semua yang terlibat tidak terlena dalam euphoria. Bukan sekedar “latah” layaknya fenomena “om telolet om”.
Penyelenggaraan hingga penuntasan Asian Games ini sendiri menggunakan biaya APBN 2015-2018 sebesar Rp 8,2 Trilyun. Anggaran penyiapan dan pembinaan atlet termasuk bonus sebesar Rp 2,1 T. Investasi sektor konstruksi di Jakarta – Palembang Rp 13,7 T yang sudah disiapkan sejak periode APBN 2015-2018. Sehingga pembiayaan dari pajak rakyat tidak bol disia-siakan.
Gelanggang olahraga kini mulai penuh dengan antusias para anak muda. Lapang-lapang ramai dengan anak sesuai minat olahraga mereka. Ada yang menenteng skateboard, mengayuh sepeda, dan banyak lainnya.
Melihat ini peran keluarga dalam mengarahkan anak sangat penting termasuk pemerintah memfasilitaasi dengan pembinaan usia dini melalui sekolah atau kompetisi di daerah. Karena atlet besar tidak mungkin hanya berlatih 1-2 tahun tapi usaha bertahun-tahun seperti yang dikatakan juara speed climbing Arie Susanti.
Yang harus dicatat, Asian Games bukan hanya milik atlet ada nama tokoh kreatif yang lahir, Wishnutama dan Erick Tohir selaku Ketua INASGOC. Keduanya tak akan berhasil mengordinir massa tanpa ilmu dan pengalaman serta jam terbang yang tinggi.
Dari sini saya belajar untuk melakukan yang terbaik dan totalitas sesuai passion dan peran di masyarakat.
Menjadi Indonesia Maju di Dunia Internasional
Kita rindu Indonesia menjadi negara maju. Menjadi Macan Asia bahkan dunia. Bukan tidak mungkin karena kita memiliki modal kekayaan alam, jumlah penduduk, dan keberagaman. Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo berfokus pada penguatan sumber daya manusia setelah mendorong percepatan pembangunan nasional dan pemerataan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peningkatan kualitas sdm sudah tidak asing karena bagian dari kampanye gerakan revolusi mental. Strategi lain bekerjasama dengan Jack Ma selaku advisor steering committee Asian Games 2022 di Guangzhou tentang peta jalan e-commerce Indonesia. Pendiri kelompok bisnis Ali Baba Group ini diharapkan bisa mengembangkan sdm dengan mendirikan Jack Ma Institut agar SDM di Indonesia bisa kompetitif terutama di bidang start up. Sehingga bisa mengejar pasar talent yang saat ini menjadi isu pertama di dunia terkait ekonomi digital.
Prestasi dengan menjadi peringkat ke empat dengan total raihan 98 medali harusnya menjadi langkah keep on the track dengan tujuan sebagai negara Macan Asia. Target 16 emas terlampaui menjadi 31 emas, itu bukti Indonesia mau dengan kerja keras dan semangat kebersamaan. Karena lewat olahraga, kita membuktikan:
1. Rakyat Indonesia “Satu”. Waktu dimana Hanifan dalam balutan merah putih mengingatkan kembali bahwa kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tidak boleh terkotak karena perbedaan pilihan. Dengan persatuan akan memperlancar pembangunan nasional di seluruh daerah karena bebas hambatan dalam negeri bebas kepentingan politik.
2. Ekonomi meningkat. Banyak bisnis kreatif berkembang dari jersey, merchandise, kuliner, penginapan, pertukaran mata uang, mengundang investor, dan lain-lain.
3. Panggung menunjukkan “taji” di dunia internasional. Semangat serta rakyat Indonesia yang bersatu mendukung para atlet merupakan bukti bahwa Indonesia adalah bangsa besar bukan milik segolongan suku, daerah, atau agama tertentu. Semangat keberagaman adalah kekuatan yang tidak bisa disepelekan.
4. Mengurangi pengangguran dan mendorong kegiatan positif. Prestasi dan penghargaan yang diberikan pemerintah akan memunculkan tunas baru. Tentu saja tidak semua menjadi atlet. Karena mungkin akan ada yang mau menjadi penyanyi, ada yang ingin menjadi direktur kreatif seperti Wishnutama, bahkan volunteer. Yang semuanya dapat meningkatkan skill, kemampuan bahasa asing, menjauhkan dari narkoba, dan kumpul negatif seperti geng motor.
Untuk mewujudkan seperti itu bisa dimulai di antaranya melalui:
1. Pondasi keluarga hebat. Seperti amanat Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Peľibatan Keluarga dalam Penyelenggaraan pendidikan.
2. Fasilitas sarana dan prasarana di Sekolah. Dari mata pelajaran olahraga, ekstrakurikuler, maupun penyelenggaraan kompetisi antar sekolah.
3. Iklim lingkungan yang kondusif seperti fasilitas pemerintah misalnya sejak tingkat RW/desa disediakan lapangan khusus olahraga, kompetisi PON daerah/Nasional lewat komite yang berwenang.
Harapannya #MenujuIndonesiaMaju dengan partisipasi dari bawah ke atas. Sebab, regenerasi penting untuk menjaga prestasi. Asian Games sudah berakhir, mari terus jaga energinya, Energy of Asia dan tetap membawa filosofi Bhin-Bhin, Atung, dan Kaka dalam keseharian. Selain itu, fasilitas yang ditinggalkan harus terus dipelihara sebagai persiapan menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.
Indonesia Maju, Bisa!
Referensi:
Foto diambil dari laman http://www.setkab.go.id
Di Bogor, Presiden Jokowi dan Jack Ma Diskusikan Penguatan SDM dan Peningkatan Ekspor ke RRT
Menkeu Sampaikan Besaran Penggunaan APBN Untuk Asian Games 2018
*Alhamdulillah artikel ini diapresiasi oleh Sekretariat Kabinet RI dengan memperoleh Juara 2