
Taman Kanak-kanak (Foto: koleksi pribadi)
Hi Buddies,
Di kiriman kali ini saya ingin membahas tentang pendidikan di luar sekolah penting ga sih?
Sebelum memulai pembahasan ada baiknya, kita mengetahui jenis pendidikan terlebih dahulu. Di Indonesia terdapat tiga jalur pendidikan yang dapat ditempuh setiap warga negara yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan jenis pendidikan yang sudah dikenal secara umum sebagai sekolah. Pendidikan formal atau resmi diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2. Bunyinya, Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pendidikan dasar yang diwajibkan pemerintah dikenal dengan nama wajar sembilan tahun (wajib belajar sembilan tahun) yaitu enam tahun di SD dan tiga tahun di SMP. Namun selain wajar sembilan tahun, jenjang pendidikan formal yang lain adalah TK, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, dan Perguruan Tinggi.
Pendidikan Nonformal
Nonformal menurut KBBI artinya tidak resmi; bersifat di luar kegiatan resmi sekolah. Pendidikan nonformal bersifat menunjang kegiatan pendidikan di sekolah. Di antaranya kursus, bimbingan belajar, lembaga pelatihan, Taman Pendidikan Alquran (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan majelis taklim.
Pendidikan Informal
Dalam KBBI, informal sama artinya dengan nonformal yaitu tidak resmi. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan secara mandiri dari diri sendiri dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai bagian pembentukan karakter. Misalnya agama, etika, sopan santun, dan moral.
Setelah mengetahui jenis pendidikan yang ada di Indonesia tersebut, muncul pertanyaan, apakah dengan menempuh pendidikan formal sudah cukup untuk menjadi bekal di dunia kerja?
Apakah pendidikan formal saja sudah cukup menjadi bekal di dunia kerja?
Saya sendiri dengan mantap akan menjawab belum. Kenapa? Karena tidak semua pendidikan, keahlian maupun ketrampilan bisa dipenuhi dengan jam pelajaran di sekolah. Sebagai contoh, berikut beberapa pendidikan nonformal yang saya ambil di luar sekolah:
1. Taman Pendidikan Al qur’an (TPA)
Masih teringat jelas betapa malunya saya di kelas ketika pelajaran agama Islam. Saat itu guru menunjuk saya untuk membaca tulisan Arab bersambung di papan tulis. Saya terdiam cukup lama karena memang saya belum bisa membacanya. Rasa malu itu makin menjadi saat ada siswa menyahut membaca.
Dengan kejadian tersebut, saya yang duduk di bangku SD kemudian ikut TPA untuk mengejar ketertinggalan dalam baca tulis Al quran. Waktu saya kecil masih jarang TPA. Untuk TPA harus ke luar desa. Namun, semua itu ditempuh demi mengejar ketertinggalan. Karena tidak mungkin guru akan menggunakan seluruh jam pelajaran agama di sekolah hanya untuk mengajar saya seorang.
2. Ekstrakurikuler Jurnalistik
Saya suka menulis dimulai dari coret-coretan di diari. SMA saya dulu memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler untuk mewadahi hobi dan minat para siswanya. Berbekal kegemaran menulis, saya mengasah kemampuan dan meningkatkan pengetahuan di dunia tulis menulis dengan mengikuti ekstrakurikuler jurnalistik. Di sini kami belajar teori menulis dan yang paling mahal adalah mendengar pengalaman para pengajar yang merupakan mantan wartawan.
3. Kursus Bahasa Inggris
Jika ingin sukses, kuasailah Bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa pergaulan internasional. Kemampuan Bahasa Inggris saya cenderung pasif dan kurang dalam listening maupun percakapan. Sehingga nilai saya jelek dalam ujian listening. Saat bertatap muka dengan penutur asli rasanya kikuk dan kurang percaya diri untuk melafalkan bahasa asing tersebut. Untuk menambal lubang tersebut, saya mengikuti kursus Bahasa Inggris di lembaga yang telah terakreditasi dan saya mendapatkan sertifikat kelulusan.
4. Kursus IT
Selain Bahasa Inggris, menguasai IT di era digital ini bisa menjadi modal di dunia kerja. Dulu ketika saya baru lulus SMA, komputer masih menjadi barang berharga. Orang bisa mengetik di word maupun mengolah data di excel sudah keren istilahnya. Namun, di era makin kompetitif ini, hal tersebut sudah tidak cukup. Rugi kata saya jika tidak bisa memanfaatkan gadget secara maksimal apalagi jika hanya digunakan untuk konsumtif alias buang-buang kuota.
Dunia IT sudah berkembang pesat. Di sela-sela memperoleh gelar sarjana waktu itu saya mengambil kursus website. Kalau dipikir tidak nyambung dengan jurusan kuliah saya di kehutanan. Tapi melalui kursus tersebut setidaknya memberi gambaran dan tidak membuat saya terlalu gaptek.
Saat itu sekitar 2009 mencari tempat kursus IT masih langka. Dari Klaten saya kursus di Yogyakarta yang berjarak sekitar 23 kilometer dengan jadwal belajar dari pukul 19.00 hingga 20.30 WIB. Sayangnya ketika kursus selesai dan hendak melanjutkan kursus dengan level lebih tinggi terkendala kuota. Pendaftar kurang dari 10 orang sehingga kursus tidak bisa dilaksanakan. Karena akhirnya saya lebih dulu mendapat panggilan kerja, alhasil ilmu tentang website yang masih setengah-setengah saya tinggal. Setelah mendapat sertifikat, kontak dengan pengajar juga terputus. Sekarang sudah banyak menjamur kursus IT sehingga yang diperlukan adalah jeli melihat fasilitas, kredibilitas lembaga penyelenggara, dan para lulusan.
Dengan pengalaman tersebut, setidaknya ada tujuh point manfaat yang bisa saya peroleh setelah mengikuti pendidikan di luar sekolah.
1. Menunjang dan mengejar ketertinggalan pelajaran di sekolah
Untuk yang masih sekolah, pendidikan di luar sekolah bisa menunjang kegiatan di sekolah. Sebagaimana saya mencontohkan segera memutuskan ikut TPA. Walau artinya saya harus mengurangi jam bermain tapi saya tidak ketinggalan di sekolah dan nilai saya tetap bagus. Pendidikan di luar sekolah yang biasa diambil yaitu les dan bimbingan menjelang Ujian Akhir.
2. Mengembangkan diri
Mengambil kegiatan ekstrakurikuler, kursus, workshop maupun mengikuti komunitas tanpa disadari akan mengembangkan diri terhadap hal-hal yang menjadi minat kita. Hal ini bisa menjadi penyeimbang antara kegiatan akademis yang cenderung menggunakan otak kiri dengan hobi yang lebih ke otak kanan. Selain itu, bisa jadi kekurangan kita di akademis akan tertutup prestasi non akademik misalnya olahraga, seni, dan budaya.
3. Menambah jejaring
Seseorang dengan pergaulan yang luas akan nampak dari pribadi yang terbuka dan perilakunya. Jaringan tidak hanya terbatas di lingkungan sekolah/kampus tapi juga dari luar. Saat saya kursus Bahasa Inggris kebanyakan peserta yang lain sudah bekerja. Di situ saya belajar berkomunikasi dan berbaur dengan orang yang lebih dewasa.
Pepatah mengatakan menjalin silaturahim memperbanyak rezeki. Artinya dengan memiliki teman yang banyak maka peluang rezeki bertambah. Pengalaman saya mendapatkan pekerjaan pertama karena jejaring ini. Bukan berarti lewat jalur belakang tapi lebih ke informasi lowongan. Coba kalau saya sungkan berkenalan dengan orang baru belum tentu saya akan mengetahui lowongan pekerjaan ke Kalimantan waktu itu.
4. Menambah nilai jual
“Gimana berpengalaman kalau baru lulus?” Pernah ada yang berceloteh demikian mengomentari iklan lowongan kerja. Perusahaan mensyaratkan fresh graduate tapi yang berpengalaman. Kenapa tidak? Lulus kuliah saya bisa langsung bekerja dan tidak sedikit membuat teman seangkatan heran apalagi tidak ada kakak angkatan/almamater di perusahaan tersebut.
Menurut saya di antara pertimbangan saya diterima karena pendidikan nonformal yang pernah saya ambil seperti kursus Bahasa Inggris dan IT. Kemampuan saya menulis yang saya kembangkan melalui ekstrakurikuler saat SMA juga membantu saya menjadi kontributor saat kuliah dan sangat memudahkan saya dalam menulis proposal riset. Pengalaman dan prestasi tersebut mengantarkan saya diterima kerja sebagai karyawan bagian riset di perusahaan nasional meski masih fresh graduate.
5. Meningkatkan soft skills
Di dunia kerja tidak cukup dengan hard skill. Hard skill sangat berkaitan dengan kegiatan akademik dan yang telah dipelajari selama di bangku baik sekolah maupun kuliah. Soft skill berkaitan dengan kemampuan mengelola emosi dalam diri dan bergaul dengan berbagai kalangan. Prestasi di dunia kerja dimiliki oleh orang yang bisa menyeimbangkan antara hard skill dan soft skill. Yaitu orang yang mempunyai kemampuan memimpin dan memecahkan masalah. Soft skill ini didapat di luar pendidikan formal seperti dengan berorganisasi dan melibatkan diri di komunitas.
6. Membuka peluang mandiri
Saat ijazah sekolah tidak membantu mendapatkan pekerjaan, sertifikat saat kursus bisa membantu menjadi wiraswasta. Dengan modal sertifikat kursus Bahasa Inggris bisa membuka bimbingan belajar maupun privat hingga jasa terjemahan. Hasilnya pun tidak kalah dengan yang berstatus karyawan.
7. Menemukan passion
Seringkali setelah beberapa waktu bekerja kita akan mengalami kebosanan. Ada yang menyebutnya karena bekerja tidak sesuai passion. Passion merupakan gairah dan antusiasme mengerjakan sesuatu. Mengambil ketrampilan atau keahlian baru akan membantu menemukan passion. Melakukan sesuatu sesuai yang kita sukai akan menjadi karya karena kita ikhlas. Karya tersebut bisa bermanfaat bagi orang banyak dan menjadi sumbangsih bagi bangsa dan negara.
Sehingga ketika ada pertanyaan, penting ga sih pendidikan di luar sekolah? Jawaban saya sangat penting.
Pandai di sekolah itu biasa, pandai di luar sekolah itu luar biasa. Karena saya percaya, pengalaman adalah guru terbaik.
Sampai di sini dulu ya artikel hari ini, mudah-mudahan bermanfaat^^
Referensi:
Arinda, CA (Juni, 2015). Jenis-Jenis Pendidikan. Diambil 24 Februari 2019 dari http://ayuarindaa.blogspot.com/2015/06/jenis-jenis-pendidikan.html
Guswandi, Rant (6 Februari, 2018). Antara Soft Skill dan Hard Skill, Apa Bedanya? Diambil 25 Februari 2019 dari https://www.linovhr.com/antara-soft-skill-dan-hard-skill-apa-bedanya/
KBBI Daring. Diambil 24 Februari 2019, dari https://kbbi.web.id/nonformal