Berbagi Pengalaman Kelas Inspirasi di SDN 038 Kiara Condong Bandung

20190315_051834

Dua penari Jaipong cilik (Foto: koleksi pribadi)

Dua penari Jaipong cilik menyambut kami para relawan Kelas Inspirasi Bandung 7 SDN Kiara Condong 038. Mereka adalah Gishelle dan Shella siswa kelas 2. Refina kelas 5 melanjutkan sambutan dengan mendongeng “Situ Bagendit”.

20190315_052203

Mendongeng “Situ Bagendit” (Foto: Koleksi Pribadi)

Tak mau kalah dari kami para relawan menampilkan Pinguin Dance. Dipandu Bu Irma yang berprofesi sebagai Dewan Pembina Pramuka Bandung. Kami para relawan dan siswa SD Kircon 038 yang terdiri dari murid kelas 4, 5, dan 6 mengikuti hentakan musik. Para guru dengan malu-malu sedikit bergoyang menyemarakkan suasana pagi. Saya sendiri sebenarnya belum hafal gerakan jadi ikut barisan penggembira saja di belakang.

20190315_052507

Pinguin Dance (Foto: koleksi pribadi)

Kami rombel terdiri dari sembilan relawan pengajar termasuk saya, tiga fotografer, satu videografer, dan dua pendamping. Karena sekolah masuk pagi dan siang, kami hanya masuk di kelas pagi yaitu 4a, 4b, 5a, 5b, 6a, dan 6b. Jumlah siswa masing-masing kelas lebih dari 40 murid. Sehingga bolehlah saya menyebutnya kelas besar.

Sejak mengetahui hal tersebut saya memutar otak bagaimana menerapkan metode belajar yang asik agar semua siswa terlibat tidak hanya murid yang duduk di bangku depan saja. Momok kehilangan suara selesai KI menghantui saya ((tapi kok tidak kapok ikut KI ya)).

Baca: Berbagi Pengalaman Kelas Inspirasi, Jadi Guru SD Itu Ternyata Tak Gampang

Di hari inspirasi, Rabu, 20 Februari 2019, saya kebagian mengajar tiga kelas yaitu 4b, 5b, dan 6b. Karena jam pertama sudah terpotong oleh opening sehingga di kelas 4b saya tidak mengajar tapi hanya berdoa, hafalan surat pendek dan menyanyikan Indonesia Raya sesuai kebiasaan kelas mereka sebelum memulai pelajaran. Di kelas ini saya hanya berkesempatan memperkenalkan diri dan profesi serta membagi atribut yang dipakai para siswa.

IMG_1353

Membantu mengenakan atribut (Foto: Kak Ramitan)

Di kelas 6b, karena ruangan cukup besar saya menerapkan metode kelompok dengan lesehan. Saya membagi menjadi 7 kelompok yang terdiri dari 6-7 siswa. Satu kelompok ini saya berikan semacam puzzle untuk disusun sebagai jenis profesi termasuk salahsatu profesi saya ada disitu. Sengaja semua profesi dalam Bahasa Inggris karena agar anak-anak sekaligus belajar Bahasa Inggris.

Processed with VSCO with a4 preset

Proses belajar mengajar (Foto: Kak Visi)

Di kelas 5b, sekaligus jam terakhir karena biasanya siswa sudah tidak kondusif dan energi saya juga sudah mulai berkurang serta kebetulan ruangan tidak terlalu luas, saya tetap membagi kelompok tapi tidak lesehan. Mereka hanya menggeser bangku dan membalik kursi sehingga duduk berhadapan.

Di kelas ini juga untuk pertama kalinya sejak saya ikut KI ada seorang siswi yang menangis. Bagaimana menghadapinya? Pertama saya cari masalahnya. Ternyata dia menangis karena tidak mau dipaksa bergabung oleh siswa laki-laki di kelompok tersebut. Sementara kelompok yang lain sudah terpenuhi anggotanya. Sebagai pengecualian saya biarkan dia masuk kelompok yang lain tapi tetap geleng-geleng. Pada akhirnya saya biarkan saja dan menyuruhnya berhenti menangis. Karena waktu terus berjalan dan kondisi yang lain mulai gaduh.

Di kelas terakhir, saya agak kewalahan dikepung 51 siswa. Setelah materi saya tersampaikan dan karena suara saya kalah. Parno kehilangan suara jika memaksa akhirnya saya suruh perwakilan mereka yang bisa bernyanyi ke depan. Akhirnya pecah sekelas nyanyi bersama. Kenapa saya pilih alternatif ini, karena jika dilakukan ice breaking tidak ada space lagi. Jadi benar relawan pengajar harus mempunyai banyak alternatif pengajaran.

Kesimpulan saya menerapkan metode kelompok adalah kehilangan banyak waktu mengajar. Karena jam mengajar hanya 35 menit. Di kelas 6b, agar bisa lesehan dengan nyaman harus disapu dulu lantainya karena kotor. Kemudian di kelas 5b, mengoordinir pembagian kelompok ternyata tidak gampang juga. Sebab, ya ada model geng-gengan gitu. Anak ini maunya sama teman bermainnya saja sehingga untuk memberi pengertian juga butuh waktu.

Dengan metode kelompok, laptop hanya sekedar pajangan. Tidak seperti di KI sebelumnya, laptop meski tanpa infokus merupakan andalan saya mengajar (karena rata-rata kelas kecil). Untuk penyampaian materi hingga melihat video. Di KI ini saya juga tidak menyelipkan ice breaking dengan kondisi waktu dan ruangan yang tidak memadai.

Jadi begitulah pengalaman saya, sehari di SD Kircon 038, seru dan berkesan.

KI_BDG-16

Bersama para relawan KI Bandung #7 SDN 038 Kiara Condong (Foto: Dokumentasi KI)

DSC00388

Foto bersama siswa dan relawan (Foto: Dokumentasi KI)

 

“Langkah menjadi panutan, ujar menjadi pengetahuan, pengalaman menjadi inspirasi.”

 

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.