Memahat Warisan Budaya Kreatif di Kampung Wayang Kulit

Sebagai generasi Indonesia, kita patut berbangga memiliki ragam warisan budaya yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Tercatat jumlah karya budaya nusantara sebanyak 7.241 yang tersebar di 34 provinsi.

Sebagai contoh setiap tanggal 2 Oktober, kita memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini disesuaikan dengan tanggal pengukuhan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tahun 2009. Enam tahun sebelumnya, 7 November 2003, wayang kulit diakui sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Foto1 Pagelaran Wayang Kulit

Pagelaran wayang kulit mengusung lakon “Wahyu Katentreman” oleh Dalang Ki Suratmo Gudel dalam rangka “Gelar Seni Budaya” Desa Wonoboyo Kabupaten Klaten, 5 Oktober 2019 (Foto: dokumentasi pribadi)

Jika ditanya satu kata tentang wayang kulit kebanyakan yang terlintas dalam benak kita adalah dalang. Begitu juga saya. Hingga akhirnya kunjungan ke Kampung Butuh Desa Sidowarno Klaten membuka cakrawala saya lebih luas. Dibalik pertunjukan wayang kulit ada kemahiran tradisional yang kerap terlupakan, para perajin wayang kulit. Kerajinan sebagai warisan budaya yang juga butuh regenerasi.

Memahat Wayang Kulit

Tak tak tak tak! Suara alat penatah beradu dengan lembaran kulit kerbau. Tangan kiri memegang paku tatah sementara tangan kanan memalu. Mata penatah lekat menatap lembaran kulit berbentuk Kumbakarna yang sudah diblat melalui mal. Setiap detail lekukan mewajibkan perajin wayang kulit memiliki ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi.

Foto2 Menatah

Perajin Wayang Kulit Mamik Raharjo sedang menatah tokoh Kumbakarna (Foto: dokumentasi pribadi)

Pak Mamik Raharjo, perajin wayang kulit Kampung Butuh generasi kedua. Tak segan ia mendemokan proses kreatif membuat wayang kepada saya. Berawal dari lembaran kulit hewan rajakaya atau ternak besar (kerbau, sapi) berukuran 50cmx30cm yang digambar ulang.

Foto3 Lembaran kulit

Lembaran kulit yang sudah diblat sesuai tokoh wayang (Foto: dokumentasi pribadi)

Tahap selanjutnya adalah menatah. Di sela menatah, Pak Mamik menunjukkan bagian sulit dalam proses ini yaitu tatahan patran dan seritan kepada saya. Tatahan patran menggambarkan dedaunan sementara seritan digunakan untuk menggambarkan rambut dari tokoh wayang. Penatahan membutuhkan waktu pengerjaan dua hari.

Foto4 Tatahan

Lembaran kulit yang sudah ditatah sesuai bentuk tokoh wayang (Foto: dokumentasi pribadi)

Usai ditatah lembaran kulit yang telah terbentuk memasuki proses pewarnaan. Pak Mamik mencontohkan pewarnaan wayang Ontorejo yang dipegangnya. Ada bagian kecil-kecil yang harus disungging dengan penuh ketelatenan, ketelitian, dan kesabaran. Untuk menghasilkan warna yang diinginkan pun harus dioplos sendiri. Proses pewarnaan ini membutuhkan waktu dua hari.

Tokoh-tokoh wayang yang sudah terbentuk kemudian diberi lapisan emas atau prodo. Tahap terakhir adalah pemberian gapit atau pegangan wayang. Gapit berasal dari tanduk kerbau. Keseluruhan membuat sebuah wayang memakan waktu kurang lebih tujuh hari.

Wayang selesai

Tokoh wayang Ontorejo yang sudah diberi gapit (Foto: dokumentasi pribadi)

Harga sebuah wayang kulit tergantung ukurannya. Rata-rata berkisar Rp700-800 ribu. Namun, ada juga yang dihargai tiga juta rupiah karena berlapis emas. Untuk yang termahal, pria yang sudah menggeluti pembuatan wayang sejak tahun 1980-an tersebut bisa menjual Gunungan dengan bandrol Rp10 juta.

Dengan harga yang relatif mahal, Pak Mamik sadar kecuali pegiat pewayangan dan kolektor kurang melirik karya seni ini. Terpilihnya Kampung Butuh menjadi salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) tahun 2018 membantu agar usaha yang menjadi bagian melestarikan warisan budaya ini dapat menunjang penghasilan dari sektor ekonomi kreatif.

Di antaranya melalui pengembangan produk dan pemasaran. Pria kelahiran tahun 1965 tersebut mengatakan pihak ASTRA membantu dalam menciptakan inovasi di antaranya membuat souvenir wayang dalam bentuk kecil, wayang figura, dan plakat. Khusus souvenir berupa gantungan wayang, rencana ke depan akan masuk ke perusahaan. Katanya setiap pembelian mobil di ASTRA akan mendapatkan gantungan wayang yang langsung dibendel dalam kunci mobil.

Foto6 Gantungan kunci

Souvenir kecil dalam bentuk gantungan kunci wayang kulit (Foto: dokumentasi pribadi)

Dalam bidang pemasaran, para perajin didorong melek e-commerce atau penjualan secara online karena selama ini lebih mengandalkan jejaring dan kolektor wayang. Lantas untuk menambah wawasan dan jaringan para perajin diikutkan pameran yang telah berlangsung di The Park Mall Solo. Dalam waktu dekat, para perajin juga akan berpartisipasi dalam pameran yang diselenggarakan oleh ASTRA. Pemasaran yang semakin luas meningkatkan akses promosi dan penjualan.

Kemudian saya berceletuk,

“Pak, dengan segala tantangannya kok bisa sih bertahan di dunia pembuatan wayang ini?”

Dia tertawa, “Ya, suka dulu itu, Mbak. Kemudian baru bakat. Tanpa bakat susah juga. Untuk bisa harus belajar bertahun-tahun.”

“Mungkin karena proses belajar yang lama itu, generasi sekarang jadi tidak banyak yang melirik profesi kreatif ini. Lulus sekolah sekarang merantau ke Jakarta, kalau tidak ya bekerja di pabrik. Sekarang di sekitar Solo ini kan banyak pabrik. Berbeda dengan saya dahulu ketika pulang sekolah kalau tidak kaya begini ya mau ngapain?” ia menambahkan.

Generasi sekarang lebih senang tenggelam dalam smartphone dibanding mengukir kreatifitas dalam bentuk wayang. Masuknya ponsel pintar membuat segala tampak instan sementara untuk belajar membuat wayang butuh waktu bertahun-tahun hingga bisa.

Bapak tiga anak tersebut mengaku keahliannya bukan didapatkan dari warisan orangtua. Ketika kecil sepulang sekolah menengah pertama, ia akan ke rumah teman untuk belajar secara otodidak. Berbeda dengan sekarang jam sekolah yang padat hingga sore hari juga menjadi alasan anak tidak mengenal pembuatan wayang oleh orang tua mereka. Sesekali menghentikan aktivitas menatah, Bu Miyem, istri Pak Mamik mencontohkan anak sulungnya ketika kecil suka membantu tapi begitu SMK sudah mulai jarang terlibat dikarenakan sudah lelah begitu pulang sekolah.

Secara pribadi, Pak Mamik mengajak anggota kelompok usaha bersama (kube) yang terdiri dari 40 perajin wayang untuk menarik rasa suka dan minat setiap anak di keluarga masing-masing. Namun, tugas ini tidak semudah membalik telapak tangan. Melalui pilar pendidikan KBA membantu pekerjaan rumahnya agar generasi pembuat wayang tidak putus. ASTRA melalui pilar pendidikan, di antaranya mengagendakan workshop pembuatan wayang di sekolah. Menurutnya, para murid antusias. “Banyak yang minat di sekolah, kalau pribadi agak susah,” ujar Pak Mamik yang juga selaku ketua KBA Sidowarno.

Meneruskan pekerjaan membuat wayang bukan hanya berarti melanjutkan pekerjaan tapi melestarikan warisan leluhur agar tidak terputus pada generasinya.

Meski saat ini belum ada remaja yang menjadi perajin wayang namun dengan adanya rutinitas workshop di sekolah dasar, ia memenuhi panggilan jiwanya untuk menggugah minat dan rasa suka anak serta menumbuhkan kesadaran mencintai kebudayaan sejak dini. Perajin wayang merupakan tugas mulia karena ikut berpartisipasi melestarikan tradisi. Di sisi lain, menjadi perajin wayang adalah profesi yang menjanjikan di masa depan. Subsektor kriya berkontribusi untuk pembangunan nasional melalui ekonomi kreatif.

Pak Mamik melalui wayang kulit dan berkolaborasi dengan ASTRA beserta warga Kampung Butuh berusaha mengangkat kesejahteraan masyarakat dan mengharumkan nama desa. Image desa tertinggal dengan tingkat pendidikan rendah harus ditanggalkan dengan mengoptimalkan potensi tersembunyi.

Plang wayang kulit

Kondisi geografis Kampung Butuh yang dikenal dengan Kampung Wayang Kulit (Foto: dokumentasi pribadi)

Mengukir Warisan Budaya Kreatif

“Kemajuan dari sebuah bangsa itu sesungguhnya diukur dari kemajuan kebudayaannya.” Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.

Melalui KBA sebagai bagian tanggung jawab sosial perusahaan yang berkelanjutan, ASTRA beraspirasi untuk menjadi perusahaan kebanggaan bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. ASTRA melalui KBA Wayang Kulit berkomitmen dalam melestarikan ikon budaya kebanggaan bangsa warisan leluhur untuk anak cucu.

Berbicara mengenai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, ada hal unik yang saya temukan di Kampung Butuh. Pemerataan ekonomi masyarakat dari kegiatan menjadi perajin wayang membawa Kampung Wayang Kulit ini terpilih menjadi KBA. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Butuh karena mengalahkan kandidat kuat Desa Wirun Sukoharjo yang terkenal sebagai sentra pembuatan gamelan.

Sebelum menjadi sebuah karya wayang kulit, proses pembuatannya melibatkan banyak orang dan sektor lain. Perajin wayang kulit mengambil bahan baku kulit dan tanduk hewan rajakaya. Petani rajakaya mendapat penghasilan dari penjualan kulit dan tanduk. Ketika mendapat pesanan satu kotak wayang yang berisi sekitar 200 wayang, perajin tidak bisa memenuhi sendiri sehingga membutuhkan perajin lain. Begitu juga dalam proses lainnya seperti menatah dan mewarnai biasanya akan diupahkan. Artinya kerajinan wayang kulit membuka peluang ekonomi kreatif dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi kreatif Indonesia menyumbang 7,44% terhadap Penerimaan Domestik Bruto (PDB) tahun 2016. Tahun 2019, sektor ini diharapkan mampu tumbuh 8% bahkan mencapai 10% dengan nilai diproyeksi menyentuh Rp1.193,4 trilyun. Kontribusi sektor kriya sendiri menduduki peringkat ketiga dibawah kuliner dan fashion.

Grafis PDB diolah dari data Bekraf, 2017 (sumber www.bisnis.com)

Tampilan grafik diolah mandiri dari data Bekraf, 2017

Namun menyandang gelar KBA bukan berarti semua permasalahan selesai. Seiring kick off 11 Agustus 2018, tantangan demi tantangan harus dihadapi dan dicari solusinya. Melalui semangat empat pilar KBA, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan kewirausahaan Dukuh Butuh harus bertransformasi menjadi kupu-kupu yang cantik dan mahal harganya serta menjadi sebuah desa teladan.

Sebuah kampung yang terletak di ujung timur Kabupaten Klaten berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo yang dikelilingi Sungai Bengawan Solo mati akibat pelurusan. Berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Klaten dengan waktu tempuh kurang dari satu jam perjalanan.

Foto8 Figura KBA

Getting Commitment Kick Off KBA Sidowarno (Foto: dokumentasi pribadi)

Sayup-sayup, azan zuhur berkumandang. Saya mohon diri kepada pasangan pembuat wayang tersebut. Banyak inspirasi, ilmu, dan hikmah yang saya peroleh di KBA Sidowarno Klaten. Setidaknya, saya yang awalnya acuh sedikit tergugah untuk mulai peduli terhadap wayang kulit berikut proses dibaliknya. Tontonan yang saya anggap kuno dan milik para orang tua nyatanya merupakan tuntunan tak ternilai harganya.

Foto9 Gapura KBA

Ketua KBA Sidowarno Mamik Raharjo berfoto di depan Gapura KBA Kampung Butuh Sidowarno (Foto: dokumentasi pribadi)

Pak Mamik mengantarkan saya hingga ke gapura KBA tepat di sisi bendungan Bengawan Solo mati yang tadi tidak saya lewati. Ketika saya pamit, Pak Mamik bersikeras kembali mengantar saya ke arah sebaliknya karena takut saya kesasar seperti saat berangkat. Tepat di perbatasan Kampung Butuh dan Morangan, Pak Mamik berhenti menunjukkan lokasi akan dibuat gapura KBA kedua, gapura perubahan  bagi warga untuk semangat lebih sejahtera, bersih, sehat, produktif, dan maju.

Di sini kami berpisah, karena saya tak enak hati diantar lebih jauh lagi. Terselip doa dalam hati semoga saya bisa mengajak suami bertandang ke sini. Sepotong kebanggaan di kota kelahiran saya tersembunyi potensi dan keunikan yang tidak di setiap daerah ada. Sebuah desa pemahat warisan budaya wayang kulit di tepi Bengawan Solo.

#KitaSATUIndonesia #IndonesiaBicaraBaik

2 pemikiran pada “Memahat Warisan Budaya Kreatif di Kampung Wayang Kulit

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.