
Foto: Koleksi Pribadi
Judul buku: Bulan Sabit di Atas Baghdad
Penulis: Trias Kuncahyono
Penerbit Buku Kompas Jakarta, 2005
ISBN: 979-709-186-4
COVER BELAKANG
IRAK pascaperang tahun 2003 mengalami berbagai peristiwa menarik. Berakhirnya peperangan antarkekuatan negara tidak otomatis membawa perdamaian di negeri itu. gejolak dan pertumapahan darah terus terjadi.
Bagaimanakah situasi sosial politik di Negeri 1.001 Malam itu? Buku Bulan Sabit di Atas Baghdad memberikan gambaran yang jelas perihal warga Syiah, Sunni, dan Kurdi, situasi Baghdad, perkembangan pesat media massa, hingga penangkapan Saddam Hussein.
Buku ini adalah catatan yang lengkap dan sangat memudahkan dalam memahami situasi terakhir di Irak.
—
Hai Buddies,
Setelah agak lama, akhirnya saya mencoba me-review buku lagi.
Buku “Bulan Sabit di Atas Baghdah” sudah cukup lawas. Dari coretan di halaman judul, saya membeli buku ini pada 29 Agustus 2008. Kalau tidak salah, saat itu sedang ada Kompas Book Fair di kantor perwakilan Kompas di Yogyakarta, saya lupa nama jalannya. Letaknya lurus terus dari Bunderan UGM ke selatan menuju Stadion Kridosono, tepatnya di sebelah kiri. Saat ini saya tidak tahu apakah kantor Kompas DIY sudah pindah apa belum?
Kenapa saya membeli buku ini? Saya lupa. Tapi sepertinya karena judulnya, Bulan Sabit di Atas Baghdad 😀
Irak tidak sefamiliar BAGHDAD di telinga saya. Namun, begitu Baghdad disebut memori saya segera berloncatan kembali ke pelajaran TARIKH saat duduk di bangku sekolah Muhammadiyah. Membaca buku ini rasanya saya kembali diingatkan pada kejayaan kota yang dibangun khalifah Jafar al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah ini.
Buku ini menarik karena berasal dari kisah nyata perjalanan jurnalistik wartawan Kompas, Trias Kuncahyono. Dalam perjalanannya ke Yordania, ia kemudian memutuskan singgah ke Irak yang saat itu kondisinya belum menentu, enam bulan pascainvansi Amerika Serikat.
Melalui jalan darat dari Amman (ibu kota Yordania), dia ditemani mahasiswa Indonesia di Yordania menuju Irak dan sampai di Baghdad, 30 September 2003. Perjalanan daratnya menggunakan mobil dilakukan secara konvoi atas saran sopir yang disewanya Baaseen. Karena saat itu, mengendarai mobil sendirian tidak aman terutama di malam hari. Bisa saja dihentikan sewaktu-waktu oleh orang tak dikenal dan menjadi korban kejahatan atau malah menjadi sasaran tembak.
Pentagon mulai menyerukan perang terhadap Irak pada 19 Maret 2003. Serangan udara dan bombardir terus dilakukan pasukan koalisi. Tanggal 9 April 2003 Baghdad jatuh. Namun, perlawanan para militan tidak berhenti. Saddam Hussein yang dicari-cari dalam misi ini pun belum ditemukan.
Saddam Hussein adalah aktor yang menjadi “alasan” perang AS terhadap Irak. Mantan Presiden Irak itu disebut-sebut melakukan kejahatan genosida dengan menggunakan senjata pemusnah massal. –banyak yang mengatakan alasan sebenarnya AS adalah ingin menguasai ladang minyak Irak—dan membebaskan rakyat Irak dari rezim diktator. Saddam menguasai Irak selama hampir 23 tahun (mirip Mantan Presiden Soeharto yang ditumbangkan usai hampir 32 tahun menjadi orang nomor satu di Indonesia, bedanya Saddam dijatuhkan AS sementara Soeharto digulingkan rakyat sendiri).
IRAK ENAM BULAN PASCA-PERANG
Perang selalu menimbulkan kekacauan. Dalam perjalanannya, penulis menyaksikan “kuburan” mesin perang di sepanjang jalan yang belum dibersihkan. —Saya malah jadi teringat rongsokan kereta di Purwakarta–. Situasi yang belum terkendali karena tingkat kriminalitas yang meningkat. Usai magrib jalanan Baghdad akan lengang hanya pasukan AS yang berpatroli.
Tumbangnya patung Saddam Hussein di Taman Firdaus yang menandai jatuhnya Baghdad justru menimbulkan kerawanan sosial seperti penjarahan dan perampokan bahkan satwa di kebun binatang tak luput menjadi barang jarahan. Di tengah carut marut, bom bunuh diri yang siap meledak kapan saja. Penduduk utamanya anak-anak juga terancam ranjau dari masing-masing bom tandan yang tidak meledak.
Namun, di bidang kebebasan Irak mengalami booming media massa. Sebelumnya, pers Irak dikuasai rezim begitu pemerintah tumbang ratusan media terbit, situasi yang mirip pasca-Orde Baru lengser di Indonesia.
Saddam Hussein akhirnya tertangkap pada 13 Desember 2003 di kampung halamannya, sekitar 15 kilometer dari Tikrit. Mantan orang nomor satu tersebut diadili dengan tujuh tuduhan kejahatan: membunuh tokoh agama tahun 1974, membunuh orang Kurdi di Halabja dengan gas tahun 1988, membunuh klan Barzani tahun 1983, membunuh para anggota partai politik, melancarkan kampanye “Anfal” tahun 1986-1988, menindak tegas menggunakan kekuatan terhadap pergolakan suku Kurdi dan Syiah tahun 1991, dan invansi terhadap Kuwait tahun 1990. (senjata kimia pemusnah massal tidak terbukti). Tuduhan yang katanya telah disiapkan oleh AS untuk menghalalkan perang.
Saddam Hussein merupakan tokoh Timur Tengah yang getol membela Palestina. –AS berada di belakang Israel dalam konflik dengan Palestina, apakah berhubungan, saya tidak tahu karena tidak dijelaskan dalam buku, hanya bisa menduga–
Irak akan menjadi apa masih dipertanyakan dalam akhir buku ini. Kebebasan atau kemerdekaan seperti apa? Negeri yang bagaimana?
Ohya, pada bagian akhir akan terjawab mengapa catatan perjalanan ini diberi judul Bulan Sabit di Atas Bagdad.
KESAN
Buku ini sangat kaya khususnya bagi awam atau pembaca umum seperti saya. Informasinya sangat detail dan bahasanya mudah dipahami Tak banyak istilah sulit/asing dalam buku ini. Background penulis sebagai jurnalis sangat kelihatan dalam memaparkan apa yang dilihat, dirasakan maupun dialami.
Melalui buku ini, saya justru paham membedakan antara Syiah, Sunni, dan Kurdi yang mendiami Irak. Syiah merupakan kaum mayoritas di Irak dan menguasai bagian selatan. Kaum ini pengikut Ali bin Abi Thalib dan tidak mengakui tiga kekhalifahan sebelum Ali. Sunni adalah minoritas yang mendiami wilayah tengah Irak termasuk Saddam Hussein. Kaum Sunni berkeyakinan tidak mengharuskan kepemimpinan kaum Muslim dipangku oleh keturunan Nabi dan menantunya Ali bin Abi Talib. Kurdi merupakan suku pegunungan di wilayah utara Irak.
Di buku ini juga diselipkan pengetahuan tentang jurnalis dan kebebasan pers. Apa itu tugas jurnalis dan jurnalisme. Dan, bagaimana pers menjadi pilar keempat negara demokrasi sebagai watchdog yang independen untuk mencegah tiga pilar lainnya yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif korup.
Menurut saya yang agak menganggu dari buku ini adalah ada beberapa yang dijelaskan terlalu detail. Misalnya saat penulis melewati kebun kurma dalam perjalanan dari Baghdad menuju Najaf. Penjelasan tentang kurma terlalu banyak hingga memakan 2,5 lembar halaman. Di sisi lain memang bagus karena banyak menambah wawasan pembaca dan menambah pengetahuan. Namun, jadi terkesan melenceng dari bahasan mengenai Irak. Pembaca menjadi kurang fokus terhadap topik.
Beberapa kesalahan teknis ditemukan dalam buku ini. Ada beberapa typo yang saya catat seperti rumut seharusnya rumput di halaman 16. Tidak konsisten dalam penulisan Baaseen, sopir yang mengantar ke Irak. Contoh tertulis Baaseen di halaman 3, Bassem di halaman 97, dan Baaseem di halaman 101, jadi mana yang benar? Penulisan terkait robohnya Patung Saddam Hussein tertulis 9 April 2004? (2003) di halaman 181. Seperti kurang kata “tidak” dalam kalimat “Polisi “tidak” berkomentar sama sekali” di halaman 56.
Secara keseluruhan, saya suka buku ini dan sangat bermanfaat. Usai membaca buku kedua dari penulis ini, saya jadi penasaran untuk membaca buku pertamanya Dari Damascus ke Baghdad, Sebuah Catatan Perjalanan Jurnalistik dan tentu saja berharap dapat mengunjungi Baghdad suatu hari nanti… Aamiin…
Semoga bermanfaat^^
*Saddam Hussein dieksekusi di tiang gantungan pada 30 Desember 2006, setelah hampir dua tahun buku ini terbit
Klaten #001
Ku pernah baca buku Trias Kuncahyono seputar timur tengah juga, tapi tentang Yerusalem. Mbak, bikin review bukunya di Goodreads dong 😁 Atau jangan2 udah ada di sana, lagi? (biar ku nambah temen di sana wkwkwk)
Aku ada goodreads tapi udah lama bgt ga buka sampai lupa *tar kuingat2 dulu wkwkw… Pantas Trias Kuncahyono udah dikenal sbg pakar Timur Tengah ternyata uda ada buku tentang Yerusalem jg ya… Penasaran 🤤
Ayo aktifin lagi mbak 😁 rajin2 review buku wkwk 🤭
Terlalu banyak akun medsos malah ga keurus hoho…
Bener sih. Cuman Goodreads saya suka, soalnya pengin konsisten baca buku 🤭
Sdh ketemu akunnya Rina Handayani. Terakhir update Agustus 2016 Wkwkwk… Baca buku sbnrnya candu juga sih menurutku. Misal kita baca buku B eh ternyata dia uda bikin A, penasaran baca lg. Eh ternyata di buku A dibahas buku x, baca lg buku x, dst…. 😀
Iya, jadi berkelanjutan baca bukunya 😊