Hallo Green Buddies,
Sudah tahu belum, kalau beberapa waktu lalu tepatnya tanggal 7 Agustus 2020 kita memperingati Hari Hutan Indonesia (HHI) untuk pertama kalinya? Saya pun penasaran mengapa dipilih tanggal tersebut.
Pemilihan tanggal tersebut didasari oleh Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 mengenai Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut yang berlaku permanen yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo setahun lalu. Sehingga tanggal tersebut sengaja dipilih sebagai momen refleksi bersama masyarakat Indonesia untuk terus menjaga kelestarian hutan.
Awalnya, saya juga tidak tahu ada HHI kalau saja saya tidak mengikuti akun-akun “hijau” atau media sosial pegiat lingkungan. Mereka merayakan HHI dengan menjadikannya sebagai momentum untuk menyelamatkan hutan Indonesia. Bagi saya sendiri ini menjadi tonggak untuk lebih MAU mengenal hutan Indonesia lebih dekat dan menyayanginya seperti anak sendiri.
Dulu sewaktu SD saat belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, kami belajar sebutan untuk negara-negara di dunia. Indonesia pun banyak memiliki julukan di antaranya Paru-Paru Dunia dan Untain Zamrud di Khatuliswa. Mengapa gelar tersebut menyemat pada bangsa kita? Yup, karena keberadaan hutannya.
Indonesia merupakan pemilik hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia mengikuti Brasil dan Kongo. Ciri hutan hujan tropis adalah berada di sepanjang khatulistiwa yang disinari matahari sepanjang tahun dan biasanya terletak pada koordinat tropic of cancer (23027’N) dan tropic of capricorn (23027’S).
Fakta utama hutan hujan tropis yang saya kutip dari hutanitu.id yakni memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, berkontribusi besar dalam menstabilkan iklim dan cuaca global, dan sebagai apotek alami dan tempat tumbuhnya tanaman obat. Namun ironis, seperti dikatakan Direktur Eksekutif Kemitraan La Ode M Syarif kondisi hutan Indonesia saat ini mengkhawatirkan. Tutupan kawasan hutan kian berkurang meskipun laju deforestasi sudah menurun.
Lalu bagaimana cara kita merayakan dan berkontribusi untuk melindungi hutan sementara kita bukan aktivis atau pegiat lingkungan, kita pun tidak bekerja di sektor lingkungan hidup maupun kehutanan? Salahsatunya dapat melalui adopsi hutan.
Apa sih Adopsi Hutan itu?
Saya sendiri lebih familiar dengan adopsi pohon terlebih dahulu. Mengadopsi pohon yang saya kutip dari hutanitu.id berarti mengapresiasi kehidupan-kehidupan alam liar yang telah tumbuh berpuluh-puluh tahun dan kehidupan masyarakat sekitar hutan yang secara arif menjaga dan memelihara pohon-pohon di sekitar mereka.

Ilustrasi adopsi pohon (Foto: Darma Legi)
Di akhir tahun 2012 saya pun berkesempatan menjadi wali pohon di Kawasan Konservasi Masigit Kareumbi Jawa Barat yang saat itu kebetulan difasilitasi dari perusahaan saya bekerja. Dari dana adopsi pohon, kita ikut menyumbang pohon, biaya penanaman dan pemeliharaan yang dikelola masyarakat. Artinya, selain hutan kembali lestari kita pun turut memberdayakan masyarakat.
Menurut pemahaman awam saya, jika mangadopsi pohon mungkin spesifik terhadap pohon yang diadopsi tapi jika mengadopsi hutan berarti turut melindungi ekosistem hutan termasuk keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Karena di dalam hutan itu tidak hanya berupa pohon tapi juga ada hidupan liar lainnya seperti struktur vegetasi yang multi strata dan beragam jenis fauna.
“Adopsi hutan adalah gerakan gotong royong menjaga hutan yang masih ada, mulai dari pohon tegaknya, hewannya, flora eksotisnya, serta keanekaragaman hayati lain di dalamnya. Melalui adopsi hutan, siapa pun di mana pun bisa terhubung langsung dengan ekosistem hutan beserta para penjaganya.” – harihutan.id
Sehingga jika dengan mengadopsi pohon berarti kita telah ikut mengurangi potensi hilangnya pohon dan membantu menciptakan sumber penghidupan alternatif bagi masyarakat yang menjaga hutan, maka dengan mengadopsi hutan menjadi tindakan nyata untuk melindungi hutan berikut keanekaragaman hayati di dalamnya.
Keanekaragaman Hayati Lebih Dari Sekedar Pohon
Keanekagaraman hayati bagi saya sendiri sebelumnya identik dengan tumbuhan. Namun, begitu mengikuti webinar bertajuk “Hutan dan Keanekaragaman Hayati” yang diselenggarakan oleh hutanitu.id saya merasa epiphany atau tercerahkan, bahwa keanekaragaman hayati hutan lebih dari sekedar pohon. Di antara tetumbuhan terdapat beragam satwa liar yang hidup.
“Di bawah payung kata ‘hutan’ (Indonesia), ada ribuan spesies pohon, tanaman dan tumbuhan, serangga, dan hewan yang tidak bisa ditemukan di negara lain.”- Nadine Alexandra, artis dan sukarelawan pendukung Hari Hutan Indonesia.
Uniknya, fauna yang hidup di hutan Indonesia banyak yang merupakan satwa endemik artinya hanya bisa dijumpai di daerah-daerah tertentu di Indonesia seperti Cendrawasih di Papua, Anoa di Sulawesi, Komodo. Selain, satwa endemik banyak pula satwa yang terancam punah akibat hilangnya habitat hutan seperti kukang, rangkong, harimau, dan masih banyak lainnya.
Meskipun laju deforestasi berkurang, namun faktanya luas kawasan hutan di Indonesia berkurang. Data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, menyebutkan luas kawasan hutan dan perairan per Desember 2018 sebesar 125,92 juta hektar. Angka ini menyusut 4,76 juta hektar dari tahun 2011 yang memiliki luas 130,68 juta hektar.
Penyusutan lahan tersebut tentu sangat berdampak bagi fauna yang tinggal di dalamnya karena mengakibatkan terancam bahkan kehilangan habitat. Sehingga tidak heran banyak kasus konflik antara binatang dengan manusia seperti harimau. Catatan Forum Harimau Kita, harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) yang tersisa sekitar 600 ekor di alam mengalami ancaman kepunahan akibat deforestasi, sebesar 1,42 persen per tahun hutan hilang di Sumatra, ancaman perdagangan dan perburuan illegal menggunakan jerat yang melirik kulit harimau maupun organ dalamnya untuk obat-obatan, dan ancaman konflik dengan manusia.

Harimau Sumatra di Tierpark, Berlin (Sumber foto: wikipedia)
Jika hutan terus dikonservasi maka kepunahan harimau semakin cepat sebab untuk 4-5 ekor harimau Sumatra dewasa membutuhkan daya jelajah 100 kilometer. Berkurangnya luasan berburu menyebabkan banyak harimau tersesat masuk ke perkebunan atau pemukiman masyarakat yang bisa berujung dibunuhnya harimau.
Contoh lain satwa yang terancam punah akibat perambahan hutan adalah si mata bulan kukang (Nycticebus sp.). Memasuki era tahun 2000, ancaman kepunahan kukang lebih banyak disebabkan oleh perburuan, perdagangan, dan pemeliharaan.

Kukang (Sumber foto: Kukangku)
Kukang hidup di hutan tropis, fakta yang saya dapatkan dari Kukangku adalah jika kukang justru lebih mudah ditemukan di perbatasan hutan hingga perkebunan masyarakat. Artinya peluang perburuan semakin besar apalagi kukang kerap dianggap hewan lucu sehingga menarik beberapa kalangan memeliharanya. Di sini saya sependapat dengan Koordinator Kukangku Ismail Agung, kalau cinta tidak harus memiliki dengan memeliharanya. Lalu bagaimana dengan pendapat “saya memelihara kukang karena hutannya rusak?”
“Memelihara bukanlah solusi, tapi memindahkan satu permasalahan ke permasalahan lain yang lebih kompleks.” – Kukangku
Wilayah hutan Kalimantan pun terancam konversi yang mengancam kehidupan rangkong. Meskipun tersebar di beberapa pulau di Indonesia, rangkong atau enggang merupakan burung yang identik dengan masyarakat Dayak. Burung ini merupakan pasangan yang setia sehingga saat betina menjaga anak-anak di sarang, burung jantan yang mencari makanan. Sarangnya pun pohon-pohon besar dengan daya jelajah mencapai 100 kilometer persegi. Jika kawasan hutan rusak maka si jantan kesulitan mendapatkan makanan. Akibatnya suplai makanan terhadap betina dan anaknya yang hanya mengandalkan dari rangkong jantan terputus dan mati.

Rangkong Gading (Sumber gambar: Rangkong Indonesia)
Selain itu, Rangkong Gading rentan perburuan untuk diambil paruhnya. Di akhir tahun 2015, IUCN telah menaikkan status Rangkong Gading dari Near Threatened menjadi Critically Endangered, satu tahap lagi menuju kepunahan. Rangkong yang memiliki julukan si petani sejati sangat berperan dalam regenerasi hutan yang membantu alam tetap terjaga. Punahnya spesies ini berarti kehilangan si pemencar biji.
Keberadaan satwa-satwa liar ini bukan hanya sebagai penghuni hutan tapi juga berperan sebagai kunci kelestarian hutan. Satwa-satwa ini melakukan fungsinya dalam membantu penyebaran tumbuhan dan kesuburan lantai hutan sehingga aneka tumbuhan hidup. Seperti kelelawar yang membantu penyerbukan durian. Tanpa dibantu kelelawar maka durian yang lezat itu tak akan pernah sampai ke manusia. Orang utan yang membantu menyebarkan biji tanaman. Biji tanaman tersebut keluar bersama kotorannya yang akhirnya tumbuh menjadi pohon. Kotoran rusa yang tersebar dimana-mana sangat membantu menyuburkan hutan.

Orang Utan membantu menyebarkan biji tanaman (Sumber gambar: Tambora Muda)
Karenanya, hutan beserta flora dan fauna di dalamnya harus dilindungi. Karena mau tidak mau manusia bergantung pada hutan termasuk untuk mencegah perubahan iklim. Hutan yang telah memberikan segalanya bagi kehidupan manusia melalui tanah, air, maupun udaranya berikut keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya.
Balik lagi ke atas, salahsatu caranya dengan adopsi hutan.
Bagaimana Caranya Menjadi Adopter Hutan?
Kebetulan Hari Hutan Indonesia saat ini melakukan kampanye penggalangan dana adopsi hutan melalui kitabisa.com. Donasi yang terkumpul akan disalurkan kepada organisasi pendamping masyarakat sekitar hutan yang masih menjaga hutan dengan lestari. Dana tersebut akan digunakan lembaga masyarakat setempat untuk patroli hutan desa/adat, modal wirausaha produksi hasil hutan non-kayu, dan klinik kesehatan warga.
Pengelola adopsi hutan yang akan dibantu yaitu:
- Forum Konservasi Leuser dan Yayasan HAKA di Aceh
- Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI di Sumatra Barat, Jambi, dan Bengkulu
- Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) di Kalimantan Barat
- PROFAUNA Indonesia di Kalimantan Timur dan Jawa Timur
Sebelumnya, Hutan itu Indonesia berkolaborasi dengan para mitra pendukung mensosialisasikan aksi adopsi pohon sebagai contoh tindakan nyata kita untuk melindungi hutan dan keanekaragaman hayatinya. Saat ini hutan itu Indonesia bersama dengan WARSI dan WWF Indonesia telah mengadopsi 1039 pohon yang tersebar di hutan adat rantau kermas, Jambi; Hutan Nagari Sungai Buluh, Sumatera Barat; dan TN Rinjani.
Jika Green Buddies tergerak untuk melakukan adopsi hutan bisa klik kitabisa.com/harihutanid. Dengan berpartisipasi mengadopsi hutan maka bersama kita mencegah untaian kerusakan hutan di khatulistiwa dan mewujudkan Hutan Kita Juara!
Saya sudah turut berdonasi untuk #adopsihutan sekarang giliran Kamu!
Semoga artikel ini bermanfaat ya^^
Bahan bacaan:
https://id.wikipedia.org/wiki/Harimau_sumatra
https://hutanitu.id/2020adopsihutan/
https://hutanitu.id/2020/08/13/gotong-royong-rayakan-hari-hutan-indonesia-dengan-adopsi-hutan/
https://hutanitu.id/2020/08/13/kenali-3-fakta-menarik-keberadaan-hutan-hujan-tropis/
http://www.profauna.net/id/content/mengenal-rangkong-burung-unik-yang-penting-bagi-kelestarian-hutan
https://rangkong.org/
https://youtu.be/_ZPRUeH_ww8?list=PLDstu7CPkwe2RpwKZBMBtB94LaDkKQpPy
Materi presentasi webinar Series #1 Hari Hutan Indonesia “Hutan dan Keanekaragaman Hayati”, Sabtu 29 Agustus 2020
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.41/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2019 Tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030
*Tulisan ini masuk dalam 30 besar dalam blog competition yang diselenggarakan BPN x Hari Hutan Indonesia
Sedih bacanya hewan semakin langka karena ulah manusia..Semoga program keren adopsi hutan ini sukses ya makin banyak yang peduli dan ikut serta berdonasi
Aamiin… Makasih sudah mampir Mbak^^