GGF Turut Mendukung Bumi Berkelanjutan Melalui Circular Economy

Hallo Green Buddies,

Di postingan kali ini saya ingin menuliskan mengenai Great Giant Foods (GGF) dan komitmennya untuk bumi yang berkelanjutan. GGF sendiri sebelumnya telah melakukan serangkaian webinar yang dilakukan tanggal 11-13 Agustus 2020 dengan topik yang berbeda. Sesi pertama mengangkat tajuk “GGF Turut Menjaga Kesehatan dengan Gizi Optimal di Masa Pandemi Covid-19”, sesi kedua “Membangun Sosial Ekonomi Masyarakat Melalui Program Kemitraan Perusahaan”, dan terakhir “Pemanfaatan Limbah Produksi GGF dengan Konsep Circular Ekonomy yang Berkelanjutan”.

Dari ketiga sesi yang diselenggarakan, seri terakhir merupakan sesi yang saya tunggu-tunggu. Isu ini menjadi “seksi” karena beberapa hari sebelumnya tepatnya tanggal 7 Agustus 2020, kita merayakan Hari Hutan Indonesia (HHI) untuk pertama kalinya. Saya menjadi penasaran, bagaimana GGF berkomitmen dan berpartisipasi menjaga hutan dan alam Indonesia?

Webinar di hari ketiga ini dilaksanakan di antaranya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai konsep sustainability dan cicular economy; dan menginformasikan kepada publik mengenai komitmen GGF dalam menjaga kelestarian lingkungan di sekitar proses produksi. Adapun webinar ini masih dimoderatori oleh Bapak Asrian Hendy Caya WKU Kadin Lampung dengan narasumber Bapak Jalal Co-Founder A+ CSR Indonesia dan Bapak Arief Fatullah Senior Manager Sustainability GGF.

Sebelum mengikuti webinar tersebut, beberapa pertanyaan sudah bersliweran di kepala saya. Seperti, limbah apa yang dihasilkan oleh GGF; apakah padat, cair, polusi udara; pengolahan limbahnya seperti apa; dan apakah ada program kemitraan dalam memanfaatkan limbah. Kemudian, kenapa memilih menerapkan economy circular? Apa kelebihannya untuk masyarakat? Bagaimana kontribusinya dalam menjaga bumi keberlanjutan hingga dikatakan mampu mencegah krisis iklim?

Pembangunan Berkelanjutan dan Keberlanjutan Perusahaan

Pembangunan berkelanjutan menurut Griggs et al (2013) menekankan terhadap upaya menjaga daya dukung dari bumi yang merupakan dasar dari kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Dengan kata lain, kita tidak bisa sejahtera kalau daya dukung bumi tidak memungkinkan kehidupan diatasnya sejahtera.

Bagaimana kondisi daya dukung bumi saat ini? Bapak Jalal memaparkan bahwa kondisi bumi saat ini sedang terancam. Sejak awal dekade 1970 batas-batas alam telah terlampaui untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehingga mengarah pada perubahan iklim. Jejak karbon ditengarai menjadi unsur yang paling membuat batas alam terlewati di antaranya bersumber dari pembuatan listrik, sumber energi fosil, menebang hutan, transportasi, dan pemanfaan bahan bakar oleh industri.

1-GFN Country Overshoot Day 2020

Country Earth Overshoot Day 2020 (Sumber: http://www.overshootday.org)

Informasi menarik dari Pak Jalal yang baru saya ketahui adalah bahwa beban bumi bisa dihitung atau Earth Overshoot Day (EOD). Saat ini manusia membebani bumi 1,6 kali lipat dari daya dukungnya. Apabila menggunakan hitungan satu tahun, kita persis hidup sesuai  daya dukung bumi maka kita hidup sampai tanggal 31 Desember 2020. Namun pada kenyataannya rata-rata global menunjukkan EOD jatuh pada 22 Agustus 2020. Artinya mulai 23 Agustus sampai 31 Desember kita memakai jatah anak cucu. Bagaimana dengan Indonesia? EOD di Indonesia habis pada tanggal 18 Desember, artinya mulai 19 Desember sampai 31 Desember kita memakai jatah anak cucu. Meskipun lebih baik daripada EOD global tapi itu tetap tidak baik.

“Kalau kita mau mensejahterakan anak dan cucu kita maka yang harus kita lakukan EOD –nya ya tahun depan, kita seharusnya menyimpan buat anak cucu.”—Jalal, Co-Founder A+ CSR Indonesia

Melalui angka ini menjelaskan kepada saya pribadi maksud jargon-jargon kampanye lingkungan yang menyatakan bahwa alam adalah warisan untuk anak cucu. Sebelumnya slogan tersebut bagi saya terkesan abstrak dan dibuat-buat untuk menakut-nakuti. Hal mudah yang saya tangkap sebagai seorang ibu adalah ketika misalnya kita mengambil tabungan anak yang sudah kita siapkan untuk dana pendidikannya. Meskipun dengan dalih akan menggantinya, tapi akan lebih baik jika kita tidak mengotak-atik jatah yang sudah kita siapkan tersebut bahkan alangkah lebih baik jika kita menambahnya. Oke, mungkin ini soal uang yang mungkin bisa kita ganti karena uang bisa dicari. Tapi bagaimana jika ini bicara soal sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui.

Pembangunan berkelanjutan tidak akan membuat dampak negatif, tapi menciptakan keuntungan bagi masyarakat, dan meregenerasi lingkungan. Alih-alih merusak lingkungan tapi meregenerasinya, meningkatkan daya dukung, dan mengembalikan yang tadinya rusak menjadi lebih baik lagi bahkan dibandingkan sebelumnya sehingga menjadi financially viable atau layak secara finansial.

Dalam buku terbaru John Elkington, keberlanjutan perusahaan itu juga sama artinya bahwa bisnis itu harus mengabdi pada kepentingan masyarakat dan memperbaiki mutu lingkungan. Melalui bisnis berkelanjutan juga berarti perusahaan telah berkontribusi pada Sustainability Development Goals (SDGs). Antara workplace, market place, dan supply chains-nya berkelanjutan begitu juga dengan masyarakat di sekitar hutan.

Lantas apa yang harus diperbaiki? GlobeScan dan SustainAbility mengeluarkan data soal urgensi isu-isu berkelanjutan. Isu tersebut di antaranya perubahan iklim yang mana Eropa sudah mengganti istilahnya dengan krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, kelangkaan air, polusi air, sampah plastik, kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi. Urgensi isu-isu tersebut terus melejit dari tahun 2011 sampai tahun 2020 sehingga harus diperhatikan oleh perusahaan dan pemangku kepentingan.

Menciptakan Perusahaan Berkelanjutan Melalui Circular Economy

Trend gaya hidup hijau terus meningkat apalagi semenjak pandemi global Covid-19. Recovery yang dilakukan bumi dengan membaiknya kualitas udara saat orang-orang berdiam di rumah membuat banyak orang mulai sadar jika terdapat  alam yang harusnya dijaga. Di Indonesia, peringatan Hari Hutan di awal Agustus sangat berdampak pada massifnya kampanye-kampanye lingkungan, seminar mengenai hutan dan keanekaragaman hayati, konser bertema hutan, termasuk penggalangan dana untuk adopsi hutan. Artinya kesadaran untuk melestarikan hutan dan bumi secara umum mulai meningkat.

Melihat kecenderungan ini, tentu saja berdampak pada perusahaan. Mereka yang menerapkan gaya hidup “hijau” tentu akan memilih-milih produk ramah lingkungan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka akan melihat “track record” perusahaan, bagaimana perusahaan mendapatkan bahan mentah, produksinya, bagaimana dengan pengolahan limbahnya, apakah mencemari lingkungan, apakah perusahaan merusak hutan, bagaimana komitmen perusahaan terhadap isu lingkungan melalui CSR-nya, dan seterusnya?

2-Model keberlanjutan

Pergeseran Model Keberlanjutan (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan Pak Jalal)

Model tahun 1970-an, pilar keberlanjutan terdiri dari sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dianggap setara sehingga diatasnya keberlanjutan bisa dibangun. Tahun 1994, model tersebut berganti menjadi model antara, ekonomi, sosial, dan lingkungan seperti lingkaran tapi di dalamnya terdapat irisan. Irisan ketiganya ditimbang bersama-sama pentingnya sehingga ada keberlanjutan. Namun, empat sampai lima tahun terakhir model tersebut berubah dengan menempatkan sosial, ekonomi, dan lingkungan dengan cara yang berbeda sama sekali. Ekonomi mengabdi pada tujuan sosial. Artinya perusahaan mengabdi melayani kebutuhan masyarakat dan dia tidak boleh berada di luar batas-batas lingkungan kecuali untuk memperbaiki.

Nah, salahsatu ciri penting perusahaan-perusahaan yang dianggap paling berkelanjutan menurut Bapak Jalal adalah bahwa mereka benar-benar mengupayakan ketiadaan sampah. Inilah yang disebut dengan circular economy.

3-Perbandingan model ekonomi

Model ekonomi (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan Pak Jalal)

Dalam ekonomi linear tradisional itu dikenal buat-gunakan-buang atau produksi-konsumsi-limbah. Sementara reuse economy berarti setelah menjadi sampah baru kemudian dipikirkan bagaimana dia bisa dimanfaatkan kembali sedangkan circular economy memang dari awal didesain tanpa sampah. Karena di alam tidak pernah ada sampah. Jadi, kita harus mencontoh alam. Begitu kata Pak Jalal yang kembali membuat saya mengangguk.

Menurut Kementerian Perindustrian, prinsip utama dalam konsep circular economy adalah reduce, reuse, recycle, recovery, dan repair atau Prinsip 5R. Prinsip tersebut dapat dilakukan melalui pengurangan pemakaian material mentah dari alam (reduce), optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse), dan penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses perolehan kembali (recovery) atau dengan melakukan perbaikan (repair). Prinsip 5R ini sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 yang salahsatu program prioritasnya adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan.

“Jadi circular economy itu tidak mengenal sampah karena terus berputar, sehingga sumber daya alam digunakan lebih efektif dan efisien, dan kebijakan ini juga mendorong penggunaan energy alternatif,”—Airlangga Hartanto, Menteri perindustrian

Pada tahun 2020 ekonomi dunia hanya sekitar 8,6 % yang menerapkan ekonomi sirkular. Itu berarti 91,4 persen masih menghasilkan sampah. Ironisnya, awal 2018 perusahaan yang telah menggunakan ekonomi sirkular tercatat sebanyak 9,1 %, tahun 2019 turun kembali menjadi 9 %. Artinya dalam tiga tahun terakhir tren ekonomi sirkular menurun sehingga bagaimana caranya harus mengupayakan sirkularitas naik lagi.

Bagaimana dengan di Indonesia? Wacana dan praktek ekonomi sirkular mulai menguat selama tiga tahun terakhir. Pemerintah Indonesia sendiri sudah mencanangkan mau mengadopsi ekonomi sirkular pada Februari 2020. Pertengahan tahun 2020 aturan pengadaan ramah lingkungan tengah dibuat. Studi tentang ekonomi sirkular mengenai sampah dibuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pertanian oleh Agrodite, dan perkotaan oleh ICLEI.

GGF Menerapkan Circular Economy dalam Pemanfaatan Limbah Produksi

Great Giant Foods (GGF) merupakan unit korporasi dari Gunung Sewu Group dalam bidang produk makanan dan pertanian yang diluncurkan tahun 2016. GGF memiliki 9 unit bisnis yaitu PT Umas Jaya Agrotama (UJA), PT Great Giant Pineapple (GGP), PT Great Giant Livestock (GGL), PT Sewu Segar Nusantara, PT Bromelain Enzime, PT Nusantara Segar Abadi, PT Sewu Segar Primatama (SSP), Setia Karya Transport (SST), dan PT Inbio Tani Nusantara (ITN).

4-Unit Bisnis GGF

Unit bisnis GGF (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan oleh Pak Arief)

Lokasi operasional utama GGF berada di provinsi Lampung dengan kebun terintegrasi seluas 37 ribu hektar di Provinsi Lampung dan Jawa Timur. Adapun produk kategori foods yang dihasilkan di antaranya buah segar merek Sunpride, jus buah dan keripik pisang DUTA, jus 100% Re.Juve, daging segar dan bakso merek Bonanza, susu segar merek Hometown, dan tepung tapioka cap Kodok.

Saya sendiri awal berkenalan dengan produk GGF adalah dengan pisangnya. Saat itu Kakak baru mulai MPASI. Pisang merupakan buah andalan saya saat memulai MPASI bahkan hingga kini masih menjadi buah favorit anak-anak.Saya masih ingat ketika saya bertanya kepada penjualnya, “Ini pisang apa?”. Penjual menjawab jika itu adalah pisang cavendish asal Lampung yang tadinya saya kira buah impor.

Dalam pemaparannya Bapak Arief menyampaikan bahwa produk berkualitas tidak sekedar enak tapi juga bermanfaat untuk masyarakat atau costumer. GGF percaya produk yang baik atau bernutrisi juga diproduksi dengan proses ramah lingkungan, mulai proses di kebun, processing, packaging, distribusi, dan bagaimana produk di-deliver dengan baik ke konsumen. Karenanya, perusahaan berkomitmen untuk melakukan produksi melalui proses yang ramah lingkungan dengan mengedapankan prinsip-prinsip sustainability dan inovasi berkelanjutan serta bersinergi dengan pemangku kepentingan.

Pilar berkelanjutan GGF dalam komitmennya mendukung daya dukung bumi atau GGF green initiative tercantum dalam salah satu visinya, great world.  GGF yang bergerak di bidang agriculture menyadari keberkaitan perusahaan dengan alam, udara, matahari, hujan. Karenanya, kebaikan-kebaikan alam harus terus terjaga sehingga GGF akan berupaya memelihara alam supaya benefit bisa dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Salahsatunya adalah memanfaatkan dari masalah yang ada untuk menjadi sebuah opportunity tidak hanya benefit bagi perusahaan tapi seluruh stakeholder.

“Kalau tadi dikatakan 90 persen lebih masih menggunakan prinsip linier maka GGF sejak lahir sudah mengadopsi circular economy.”—Arief Fatullah, Senior Manager Sustainability GGF

GGF dalam menjalankan bisnisnya terintegrasi antara plantation, pabrik, dan unit bisnis yang lain (guava, pisang, susu, kompos, dan sebagainya). Dari bisnis tersebut GGF dalam sebulan menghasilkan 209.402 ton biomassa yang menjadi limbah. Limbah yang dapat menjadi masalah besar tersebut dikembangkan menjadi opportunity bisnis melalui konsep ekonomi sirkular.

5-Peta bisnis dan asal limbah

Existing waste flow diagram GGF (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan oleh Pak Arief)

Circular economy yang diterapkan GGF tidak hanya berhenti pada produk fresh. Pak Arief mencontohkan pengelolaan limbah padat misalnya nanas. Ada mahkota, buah, daun, batang, dan lainnya. Ketika dipanen mahkota akan dikembalikan lagi ke kebun untuk menjadi bibit, buahnya masuk ke pabrik pengalengan nanas, batangnya akan diproses di pabrik Bromelain Enzime kemudian daun dicoker dikembalikan lagi ke lahan untuk mengembalikan biomassa.

Di pabrik akan menghasilkan produk-produk turunan seperti nanas kaleng, core-nya, nanas yang masih menempel di kulit akan dibuat jus dan konsentrat. Nanas dibawah spek akan menjadi koktail. Dari pengolahan tersebut menghasilkan limbah kulit nanas. Limbah kulit nanas disalurkan ke GLL untuk menjadi pakan ternak sapi.

6-Food Estate

Food estate GGF (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan oleh Pak Arief)

Begitu juga dengan singkong, singkong yang masuk ke pabrik tapioka akan menghasilkan limbah potongan singkong , bonggol, yang akan menjadi pakan di peternakan sapi. Peternakan sapi menghasilkan susu dan daging. Limbah yang dihasilkan berupa kotoran sapi akan masuk unit composting untuk diproses menjadi kompos lalu kembali lagi ke kebun menjadi pupuk organik.

Untuk limbah cair yang dihasilkan dari pabrik nanas maupun tapioka akan masuk reaktor biogas. Biogas yang dihasilkan akan ditransfer ke power plant dan pabrik tapioka sebagai sumber energi alternatif. Sehingga dengan pola tersebut memastikan limbah yang ada bisa selesai. Tidak ada sisa termasuk dari ampas bioenergi akan masuk unit composting.

Penerapan circular model juga dilakukan di kebun untuk menjaga kesuburan lahan. Seperti tadi sudah dicontohkan biogas daun nanas kembali lagi ke kebun. Ada rotasi tanaman untuk memastikan circularity dari produk. GGF juga mempunyai Liquid Organic Biofertilizer (LOB). Mikrobanya berasal dari lahan sendiri kemudian dilakukan pengayaan di pabrik LOB dan akan dikembalikan lagi ke kebun.

Sebagai upaya konservasi air, GGF mempunyai lahan bambu. Siklus hidup bambu tidak hanya berhenti di kebun. Saat sudah tua bamboo harus ditebang dan dapat digunakan sebagai penyangga pohon pisang. Sebagian lagi akan masuk ke composting sebagai campuran kompos karena bambu merupakan sumber lignin yang akan menjadi unique acid (mohon koreksi kalau salah) yang cukup tinggi untuk lahan. Banyaknya varietas dan kebun bambu yang diproduksi membuat GGF pernah menyabet KEHATI Award. Penghargaan bergengsi untuk perusahaan-perusahaan hijau yang dianggap turut melestarikan lingkungan.

Upaya mengolah sumberdaya air juga dilakukan menggunakan water ponds.  Saat musim penghujan akan berfungsi menjadi resapan air. Air akan ditampung di-reservoir sebelum masuk ke dalam tanah sebagai resapan. Pada musim kemarau digunakan untuk penyiraman sehingga meminimalisir kebutuhan air sumur dalam.

Selain itu, air yang digunakan untuk penyiraman juga berasal dari pengelolaan limbah air. Limbah air yang keluar dari biogas, effluent dari biogas tersebut tidak dibuang tapi dimasukkan ke dalam WWTP. Kemudian diproses dan kembali lagi ke kebun untuk menyiram tanaman. Sehingga tidak ada air yang terbuang. Biogas yang dihasilkan GGF sebesar 8,5 juta Nm3 per tahun. Sebesar 6,5 juta Nm3 dimanfaatkan untuk Cogen Plant dan 2 juta Nm3 disalurkan kepabrik tapioka.

7-Water Management

Waste water GGF (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan oleh Pak Arief)

Limbah anorganik berupa plastic waste seperti yang digunakan untuk banana packing, drum-drum bekas pupuk maupun pestisida, dan limbah net foam untuk membungkus jambu. Limbah tersebut tidak dibuang tapi dimanfaatkan. Untuk plastik dari penggunaan single diganti dengan memakai karton sebagai upaya me-reduce penggunaan plastik. Net foam dan drum di recyle di unit recycling menjadi plastic angle yang digunakan sebagai siku untuk packing kemasan yang akan dipasarkan. Net foam di recycling menjadi net foam kembali sehingga memiliki lifetime 2-3 kali lebih lama. Selain itu, digunakan juga oleh banana plantation agar pisang tidak lecet. Upaya reduce plastik ini telah mengurangi biaya packaging hinga 50 %.

8-Plastic Waste

Plastic waste GGF (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan oleh Pak Arief)

Limbah yang tidak termanfaatkan secara circular di internal atau close loop dikolaborasikan dengan pihak lain. Pola kemitraan dilakukan secara sirkular dengan model tidak close loop tapi open loop konekting usaha dengan masyarakat. Misalnya pisang under spek, sisa koktail, cacahan pepaya, jambu dimanfaatkan mitra yang memproduksi manggot untuk dikembangkan lagi sebagai pakan ayam, pakan ikan, bebek. Untuk pisang under spek, GGF bermitra dengan pemilik UKM keripik pisang.

9-Limbah yg tidak termanfaatkan

Waste and community development GGF (Sumber: Screenshoot materi webinar yang disampaikan oleh Pak Arief)

GGF saat ini mempunyai dua Certified Emission Reductions (CER) dari biogas yaitu sekitar 24 ribu ton karbon dan 109 ribu ton karbon serta hampir 100 ribu ton karbon belum terverifikasi.  Namun, tidak hanya sekedar karbon, GGF telah membuktikan jika waste is our new resources, dan menekan cost production.

GGF ke depan ingin terus berinovasi dalam mendapatkan nilai tambah dari kotoran sapi untuk plantation, mengembangbiakan mikro alga di unit antara pengelolaan limbah air, dan mengaji opportunity dari limbah lainnya. Isu strategis plastik di masa depan pun membuat GGF memiliki mimpi besar untuk memproduksi bioplastik.

GGF ketika memutuskan menerapkan circular economy bukan tanpa tantangan. Tantangan terberat tersebut berasal dari internal, di antaranya: kesiapan sumberdaya manusia, teknologi, dan menjaga konsistensi dari circularity. Sebab, ketika ada satu yang mogok akibatnya yang lain akan terdampak. Misalnya pabrik nanas berhenti maka konsekuensinya peternakan sapi akan terdampak pakannya. Sehingga dari perusahaan berusaha menjaga sinergitas antara satu unit ke unit yang lain sehingga tidak menganggu operasional unit yang lain.

Pada akhirnya, ketika apa yang dilakukan GGF juga dilakukan semua perusahaan yakni menerapkan circular economy, maka harapan saya:

  • kita sebagai generasi sekarang tak lagi mengambil jatah anak cucu di masa mendatang
  • tak ada lagi cerita sampah plastik mengotori lautan dan ikut termakan binatang
  • tercipta Indonesia “bersih” dan berkelanjutan
  • berkontribusi memitigasi krisis iklim

Pelajaran yang Bisa Saya Petik

10-Sunpride 1

Kakak dan pisang Sunpride (Foto: Koleksi pribadi)

Usai mengikuti webinar ini, saya sendiri sangat merasa tercerahkan. Jargon kampanye lingkungan yang tadinya serasa abstrak seperti saya uraikan di atas menjadi sesuatu yang nampak lebih konkret ketika dijabarkan dalam angka dan grafik. Mungkin karena terkesan “abstrak” membuat wacana lingkungan dan krisis iklim yang telah menjadi isu global ini susah “dicerna” bagi masyarakat awam kecuali bagi pegiat lingkungan dan mereka yang benar-benar komitmen terhadap sustainability.

Sampah yang kerap saya keluhkan. Karena hampir dimanapun saya pasti menjumpainya termasuk di badan sungai, di jalanan, di taman, di pantai. Bagaimana saya harus menahan napas dan membuang muka ketika melintasi tempat-tempat pembuangan sampah. Sampah khususnya limbah perusahaan seolah menjadi permasalahan kompleks yang tiada berujung nyatanya bisa dikendalikan dengan circular economy.

Sebagai perempuan, saya menjadi mendapat inspirasi mengadopsi konsep ini dalam skala rumah tangga. Seperti kata Pak Arief bagaimana mengubah masalah ini menjadi opportunity bisnis.  Mungkin ke depan saya akan beternak ayam agar sisa nasi bisa dimanfaatkan, mengubah sisa sayuran maupun buah menjadi pupuk cair untuk tanaman di kebun. Untuk anorganik, saya bisa oper ke tukang rongsok dan saya bisa mencari informasi mengenai perajin yang mampu menyulap plastik kemasan menjadi kerajinan seperti tas, sandal, dan sebagainya.  Selama ini saya masih berpikir ngapain dipilah-pilah toh saat diangkut tukang sampah dicampur-campur juga.

Kemudian, seperti kata Pak Jalal, ongkos sampah ini belum menjadi prioritas padahal kalau dihitung lumayan juga. Untuk saya sendiri, dalam satu bulan mengeluarkan iuran untuk sampah sebesar Rp 25 ribu. Jika saya membuang lebih banyak atau kebetulan sedang beres-beres, ada tip buat tukang sampah hari itu juga. Jika dihitung-hitung lumayan juga. Apalagi saya memiliki dua krucil yang lagi “doyan” jajan.

Mungkin begitu informasi dan inspirasi yang saya dapat di penghujung series webinar yang diselenggarakan GGF. Super keren jika semua perusahaan mengadopsinya apalagi dalam lingkup global. Indonesia tidak akan lagi menjadi tujuan impor sampah plastik ilegal dan terwujud Indonesia bersih dan berkelanjutan.

Semoga bermanfaat ya^^

Ohya, jika green buddies ingin menonton ulang webinar tersebut bisa melalui link Youtube berikut ya:

 

 

 

 

Referensi:

Industry Berperan Ciptakan Indonesia Bersih Lewat Konsep “Circular economy”, Jumat 22 Februari 2019, www.kemenperin.go.id

Materi “Pembangunan Berkelanjutan, Keberlanjutan Perusahaan dan Ekonomi Sirkular”disampaikan oleh Jalal

Materi “Circular Economic Model for Waste Management” disampaikan oleh Arief Fatullah

 

*Tulisan ini terpilih menjadi Juara II Kompetisi Jurnalistik GGF untuk kategori media online/blog

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.