Halo Green Buddies,
Look at Them! Tudung-tudung jamur berwarna-warni. Menghiasi kayu lapuk nan lembab di lantai hutan. Ketika mendongak, orang utan berayun di atap pepohonan. Berwarna cokelat keoranyean berpadu sempurna dengan hijaunya dedaunan. Sejauh mata memandang ke depan, strangler fig si pohon pencekik berusia ratusan tahun seolah berkata, akulah sang penjaga hutan Leuser!
Jumat, 2 Oktober 2020 lalu, saya berkesempatan mengikuti Online Blogger Gathering bertajuk “Melestarikan hutan melalui Adopsi Hutan”. Saya beruntung bisa bersanding dengan 29 blogger terpilih mengikuti Adopsi Hutan Online Gathering yang diselenggarakan atas kerjasama Hutan Itu Indonesia (HII) dan Blogger Perempuan Network (BPN). HII merupakan sebuah gerakan terbuka yang menyampaikan pesan posiitif untuk menumbuhkan kecintaan terhadap hutan yang ada di Indonesia sementara BPN adalah komunitas blogger terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 2015.

Online Gathering ini dipandu oleh Kak Rian Ibram. Wajahnya sangat familiar mirip artis, batin saya. Keesokannya ketika saya klik akun instagramnya, ternyata Kak Rian Ibram merupakan pemandu acara infotainment selebriti di salahsatu TV swasta (ketahuan tidak pernah nonton ya hihi…). Adapun narasumbernya yaitu Manajer Program HII Christian Natalie, Perwakilan Forum Konservasi Leuser (FLK) Irham Hudaya Yunardi, dan influencer perjalanan Satya Winnie.

Sebelum memulai acara Kak Rian mengajak kami memamerkan hampers. Ya, sebelumnya kami telah menerima hampers berupa paket protokol kesehatan seperti masker, hand sanitizer, minuman herbal, dan goodie bag. Gift pack ini sangat bermanfaat karena membantu saya untuk tetap menjaga kesehatan dan lingkungan selama pandemi. Bahwa Covid-19 belum berakhir sehingga harus tetap waspada.

Lagu Indonesia Raya pun berkumandang menandai dimulainya acara ini.
Eh kenapa belum selesai, batin saya kala lagu Indonesia Raya yang saya pikir sudah usai berlanjut. Ternyata lagu kebangsaan tersebut diputar dalam versi tiga stanza. Versi tiga stanza yang mulai dikenalkan pemerintah dalam tiga tahun terakhir untuk diperdengarkan dalam perhelatan tertentu. Lewat bait-bait yang kurang familiar tapi tidak asing bagi telinga saya dan melalui pemutaran gambar yang begitu mengesankan tentang Indonesia itulah saya dibuat lebih mantap bahwa Wonderful Indonesia bukan sekedar jargon. Pada stanza terakhir tertulis amanat agraria agar kita tidak terbatas menjaga tanah Indonesia tetapi juga seluruh tanah, laut, pulau yang terkandung di Indonesia tentu saja termasuk hutan.
Mengenal Lebih Dekat Adopsi Hutan
Sebelum berbincang dengan narasumber, sebuah tayangan “Cerita dari Hutan Air Tanam Jambi” memantik kami untuk mengingatkan pentingnya keberadaan hutan dan lebih aware dengan segala ancamannya di antaranya melalui pohon asuh. Saya yang tinggal di kota disadarkan akan vitalnya peran hutan. Disebutkan sumber listrik desa tersebut berasal dari mikrohidro yang mengandalkan aliran sungai. Seperti sebuah rantai jika tidak ada hutan maka rantai lainnya akan putus. Berbeda sekali dengan saya yang hanya tahu jika pasokan listrik berasal dari PLN. Sehingga saya tak pernah terpikir untuk menjaga hutan seperti mereka. Kalau tidak ada listrik, bisa dibayangkan hampir semua aktivitas akan lumpuh. Apalagi mengingat saya selalu mengandalkan listrik untuk sehari-hari.
“Air dari hutan, tidak ada hutan tidak ada air, tidak ada air tidak ada sungai, tidak ada sungai tidak ada listrik.”
Melalui program pohon asuh di hutan kemasyarakatan Air Tanam, maka pohon akan untuk tetap tegak dan terjaga fungsi ekologisnya untuk menyimpan air. Benefitnya masyarakat akan sejahtera. Selain itu, untuk mejaga kekayaan hutan tetap terjaga seutuhnya untuk anak cucu di masa mendatang.

Namun, pada kenyataannya hutan lebih dari sekedar pohon. Kak Tian mengungkapkan HII tahun ini menginisiasi kampanye Adopsi Hutan untuk mewadahi adopsi pohon, ada juga adopsi satwa seperti adopsi rangkong, adopsi orang utan, dan sebagainya agar lebih mencakup semuanya. Melalui adopsi hutan kita bisa melindungi hutan yang tersebar dari Aceh sampai Papua yang luasnya setara dengan empat kali luas Negara Jepang. Tidak hanya luasnya, tapi berikut keanekaragaman hayati didalamnya. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati fauna terbesar kedua di dunia setelah Brasil yang mempunyai Amazon. Ini seperti dikatakan Kak Rian menjadi privilege sebagai warga Indonesia.
Dana donasi yang terkumpul dikirimkan ke pengelola hutan setempat salahsatunya digunakan untuk patroli atau penjagaan hutan baik konsumsi maupun operasionalnya. Apalagi saat pandemi seperti ini tantangan bertambah sebab illegal logger masuk saat instansi, pengelola, maupun masyarakat sekitar hutan lengah karena berfokus ke pandemi. Sehingga dengan dana adopsi hutan bisa menjadi upaya untuk melindungi hutan tak terkecuali hutan di Leuser, Aceh.
Membentengi Rimba Leuser dengan #AdopsiHutan
Ekosistem Leuser terdiri dari hutan dataran rendah, pegunungan, dan hutan gambut yang merupakan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser. Uniknya, hutan Leuser merupakan satu-satunya hutan tropis yang mempunyai empat mega fauna yaitu harimau sumatra, badak, gajah sumatra, dan orang utan. Satwa khas lainnya di antaranya rangkong, trenggiling, dan beruang madu. Tidak hanya fauna, ekosistem Leuser juga kaya akan flora termasuk bunga bangkai Raflesia. Keberadaan flora dan fauna sangat berperan penting dalam perlindungan ekosistem.

Sayangnya, kekayaan alam tersebut menurut Kak Irham masih mendapatkan ancaman dari aktivitas illegal loging, perambahan, hingga masih dijumpainya perburuan liar. Dia pun membenarkan jika masa pandemi kegiatan tersebut relatif meningkat tidak hanya di Aceh tapi juga di seluruh Indonesia.
“Tidak lupa perlindungan hutan juga penting di masa pandemi.”
Irham Hudaya Yunardi
Adopsi hutan merupakan cara baru untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk perlindungan lingkungan. FKL adalah salahsatu organisasi penerima dana Adopsi Hutan. Lokasinya di Stasiun Penelitian Soraya yang berada di wilayah barat ekosistem Leuser. Tepatnya di desa Pasir Belo, kota Subulussalam tidak jauh dari Sungai Alas.

Stasiun Penelitian Soraya digunakan sebagai tempat riset fenologi dan tanda satwa, edukasi terhadap masyarakat, dan penelitian mahasiswa baik nasional maupun internasional. Fenologi dilakukan untuk melihat progress tumbuhan, baik pertumbuhan, pembungaan, maupun pembuahannya. Sebab, hal tersebut dapat menjadi indikator penting yang terjadi di hutan. Jika siklus tersebut ada yang berbeda bisa menjadi indikator perubahan iklim, cuaca atau akibat lingkungan sekitarnya. Begitu pula dengan mengamati jejak satwa. Ketika jejak satwa tidak terlihat itu bisa menjadi ancaman telah adanya perburuan.
Namun, tidak hanya sebagai pusat edukasi dan riset tapi juga merupakan pos jaga patroli pemantauan oleh ranger FKL bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Terdapat 26 tim ranger yang berpatroli rutin minimal 15 hari per bulan. Untuk satu tim terdiri dari empat ranger FKL dan satu ranger dari pemerintah.
Aksi kecil melalui adopsi hutan ternyata berdampak besar pada upaya perlindungan ekosistem hutan. Dana donasi digunakan sebagai pembiayaan patroli hutan yang dapat mencegah masuknya perambah, pemburu liar, hingga mencegah kebakaran hutan dan lahan. Selain tindakan nyata dengan berpartisipasi terhadap adopsi hutan, Kak Irham juga berpesan kepada blogger untuk menulis cerita-cerita positif yang terkait lingkungan dan hutan untuk menjadi inspirasi bagi publik lainnya untuk mencintai hutan.
Look at Them!
Kak Satya Winnie memanjakan mata peserta gathering dengan foto-foto perjalanannya ke hutan Leuser. Leuser adalah hutan favoritnya. Baginya, Leuser merupakan satu tempat komplit. Siapa yang ingin mandi air panas, mandi di sungai, melihat orang utan, kalau beruntung bertemu gajah hingga badak yang pemalu.
Salahsatu pintu masuk untuk bisa memulai eksplorasi ekosistem Leuser adalah Desa ketambe di Aceh Tenggara. Sarana dan fasilitas sudah cukup mumpuni untuk wisatawan asing dan domestik. Ketambe mewakili orang Aceh super ramah, yang suka tersenyum, dengan aksen Gayo.

Saat menyimak pemaparan Kak Satya, saya seakan diajak merenung kemudian membenarkan. Katanya, di masa pandemi ini membuktikan bahwa kita bisa hidup tanpa apapun, seperti tanpa gadget tapi tanpa hutan kita semua mati. Karena semua yang kita butuhkan dimiliki oleh hutan, udara bersih datang dari hutan, bahan pangan berasal dari hutan, sumber air dari hutan. Ya, hutan adalah sumber kehidupan.
Kembali ke Leuser, ditemani Bang Iz, pemandu favoritnya, ia merasakan sensasi yang tidak bisa semua orang dapatkan kecuali benar-benar ke hutan. Melihat langsung satwa di habitat aslinya tentunya sangat berbeda dengan menyaksikan di kebun binatang.
Kak Satya pun berbagi norma yang harus dijaga ketika bertamu ke hutan. Misalnya saat melihat orang utan di habitatnya untuk tidak berisik atau diam saja, saat mengambil foto tidak pakai flash karena akan menyakiti mata orang utan, begitu juga saat mengambil kamera pelan-pelan tidak grasak grusuk. Sehingga dengan begitu kita juga belajar selaras dan harmoni dengan alam.

Bukanlah hal yang muluk-muluk namun hal-hal kecil yang menjadi primadona Leuser. Jamur hanya sebagian kecil ragam flora yang bisa ditemukan, memperhatikan semut lewat menjadi hal yang sangat menyenangkan, hingga ia berseru, “look at them!”. Kalimat yang saya comot untuk menjadi tajuk tulisan ini.
Dari sini, Kak Satya seolah mengajak kita untuk melihat lebih dalam flora dan fauna di hutan yang ibaratnya tidak tahu apa-apa dan yang mereka tahu hutan adalah rumah mereka. Namun, mengapa hutan terus diusik, dirusak, dan terus berkurang luasannya. Ia menekankan bahwa mereka adalah makhluk yang patut kita lindungi dengan program adopsi hutan.
“Kalau kata Sinchan seluruh kota adalah tempat bermain. Kata Satya, seluruh hutan adalah tempat bermain yang asyik.”
Satya Winnie
Semoga tulisan saya bermanfaat ya^^
Nah, buat yang penasaran keseruannya seperti apa. Boleh banget ditonton ulang di channel youtube Hutan Itu Indonesia.
*Gambar merupakan hasil tangkap layar saat mengikuti webinar
Yes! Lewat webinar kemarin, aku bisa lihat lebih banyak yang ngga mungkin aku lihat sendiri. Hutan terjauh yang pernah aku datangi ya yang ada di kota sendiri aja. Benar-benar webinar kemarin itu sangat membuka wawasan.
Iya inspiratif banget webinar nya
aaa beneran aku juga tersihir oleh jamur warna warnai dan lucunya orangutan, Mbak. huhu
semoga kita bisa segera menikmati keindahan hutan leuser secara langsung ya, keren banget sih acara gatheringnya, informatif 🙂
aamiin… makin seru lagi klo bisa barengan ke Leuser ya… Banyakin nabung dulu hehe… Makasih sudah mampir ya^^
Aku juga tersihir pesona Ketambe, Mbak Rina. Kebayang makanan khas di sana pas jelajah hutan, asyik kayaknya ya kayak Kak Winnie. Semoga lewat gathering daring ini kita makin sadar soal pentingnya melestarikan hutan. Buat masa depan kita sendiri.
Iya semoga kita makin aware sama keberadaan hutan ya… Makasih sudah mampir, Kang^^
Masama, semoga kapan-kapan bisa kopdar offline ya setelah online kemarin, bareng-bareng bloger lain juga.