Franz Junghuhn: Ilmuwan Romantik yang Menggambar

Halo Book Buddies,

Saya menemukan judul artikel tersebut dalam buku “Bernalar; Kumpulan Pengantar Diskusi Budaya Bernalar Moedomo Learning Initiative (MLI) 2012-2014”. Tulisan tersebut merupakan salahsatu dari 16 artikel yang ada di buku tersebut. Jika ditilik dari judul-judulnya memang menggambarkan akademisi banget yang hampir saja saya skip buku ini, hingga saya menemukan JUNGHUHN. Salah seorang naturalis favorit dan menginspirasi saya terutama soal ketertarikan terhadap gunung.

Buku koleksi pribadi

Akhirnya, kumpulan artikel hadiah dari suami ini menjadi buku favorit saya. Karena, menjadi buku pertama yang terdapat ulasan tentang Junghuhn cukup banyak, sebelumnya saya lebih mengenal Junghuhn lewat postingan blog-blog.

Siapa sih Junghuhn? Seperti Buddies yang belum tahu, suatu ketika ada juga teman “baru” saya yang menanyakan itu ketika saya spam timeline twitter saya mengenai Junghuhn. Namun, saat itu saya tak perlu menjelaskan karena kawan sesama pendaki gunung menjelaskan kepada rekan -yang belum lama saya kenal saat pendakian Pangrango-.

Junghuhn bagi saya bersanding dengan Soe Hok Gie, atas kecintaan keduanya terhadap gunung-gunung.

“Salamku untukmu gunung-gunung.”

Junghuhn

“Aku cinta padamu Pangrango, Karena aku cinta pada keberanian hidup.”

Soe Hok Gie

Gimana, Buddies, setelah membaca kutipan tersebut, yang suka gunung pasti familiar banget kan ya?

Nah, dalam artikel yang ditulis Hawe Setiawan ini memuat singkat biografi Junghuhn, penjelajahan, dan karya-karyanya. Namun, judulnya sendiri sudah menggelitik saya. Junghuhn ilmuwan romantik, apa maksudnya? Dari Wikipedia saya menemukan arti romantik (romantisisme) adalah sebuah gerakan seni, sastra, dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri.

Buku koleksi pribadi

Ini menjadi hal yang baru bagi saya, sebelumnya saya telah mengenal Franz Wilhelm Junghuhn sebagai ilmuwan, naturalis, ahli botani, geologi, penjelajah, dan mengetahui keahlian menggambarnya.

“Franz Junghuhn sendiri memang tidak mengumumkan puisi, cerita pendek, atau novel. Namun, jika orang membaca catatan-catatan perjalanannya, orang akan dapat merasakan adanya tenaga sastra dalam tulisan-tulisan itu. seringkali, di sela-sela catatan perjalanannya, dia memetik Schiller atau Gothe.” – hal. 53

Satu fakta yang menambah kekaguman saya pada Junghuhn. Seorang berkebangsaan Jerman yang lebih mengenal bentang alam pulau Jawa dibanding orang Jawa itu sendiri. Terlebih saat itu belum ada google maps. Bahkan, saat orang-orang takut ke Gunung Patuha karena masih percaya hantu, dedemit sehingga tidak ada satu hewan pun yang melintas, Junghuhn membuktikan jika tak ada burung yang melintas akibat bau belerang dari Kawah Putih. Jika tidak ada Junghuhn mungkin saja Kawah Putih akan tetap tersembunyi.

Sayangnya, literatur tentang Junghuhn sebagian besar berbahasa Jerman dan Belanda. Sayang sekali jika karya Junghuhn yang terbagi dalam empat matra yaitu batuan, flora, iklim, dan budaya itu tidak pernah sampai kepada kita. Seorang Indonesia yang ingin belajar lebih dalam tentang alam budanya. Supaya kita bisa mengenal alam sendiri.

Dalam tulisan Hawe ini juga mengungkapkan jika Junghuhn merupakan mahasiswa kedokteran akibat tuntutan ayahnya. Dari sini saya manggut-manggut jika Junghuhn seolah makhluk multitalenta. Karena sudah menjadi rahasi umum jika seorang mahasiswa kedokteran adalah seorang yang intelek. Saya jadi ingat Sir Conan Arthur Doyle, pengarang karya fenomenal Sherlock Holmes yang juga merupakan mahasiswa kedokteran. Disiplin kedokteran yang membuat pikiran menjadi kritis dan peduli detail.

Untuk mengenal Junghuhn lebih dekat, Hawe merekomendasikan dua buku paling mutakhir, yaitu:

  • Java’s Onuitputtelijke Natuur: Reisverhalen, Tekeningen en Fotografieen van Franz Wilhelm Junghuhn (1980) ditulis oleh Rob Nieuwenhuys dan Frits Jaquet dalam bahasa Belanda
  • Der Humboldt van Java: Leben und Wer des Naturforschers Franz Wilhelm Junghuhn 1809-1864 (2011) ditulis oleh Renate Sternagel dalam bahasa Jerman

Karya gambar, foto, dan tulisan Franz Wilhelm Junghuhn pernah dipamerkan di Museum Rotterdam, Belanda tahun 1980. Semoga karya Junghuhn yang terselamatkan ini masih tersimpan dengan baik hingga kini di museum tersebut. Karena, saya jadi berkeinginan mengunjungi Museum Rotterdam untuk menyaksikan sendiri karya Junghuhn.

“Dari gambar-gambar dan deskripsi-deskripsi lainnya yang disajikan oleh Junghuhn dalam buku-bukunya, pengunjung pameran dihadapkan pada visi seorang pecinta alam Jawa.” – hal. 54

Hawe sendiri tidak menuturkan sesuai kronologis mengenai Junghuhn. Namun dari tulisannya, bisa diketahui jika pada Juni 1835, Junghuhn berlayar ke Jawa dan tahun 1845 ia dipensiunkan dini sebagai petugas kesehatan. Minatnya pada penjelajahan alam lebih diakui oleh pemerintah Hindia Belanda.  Penjelajahan pertamanya dilakukan di Sumatra pada tahun 1840 dan dilanjutkan di Jawa.

Junghuhn yang sangat mencintai gunung bisa menggambarkan detail dedaunan, pohon yang dijumpainya begitu pula deskripsinya. Begitu juga terhdap bentang alamnya, ia tidak hanya menggambar secara horizontal tapi juga vertical. Lebih dari itu, ia menggambarkan lengkap dengan kondisi geologisnya. Saya jadi teringat pembagian iklim menurut Junghuhn, namanya yang diabadikan untuk salahsatu spesies cemara Casuarina junghuhniana… setidaknya ini menggambarkan intelektualitasnya.

“Saya bermaksud menyajikan uraian fisik-geografis, dalam artinya yang lebih luas, dari Pulau Jawa; jadi saya akan berupaya memberi tahu pembaca, tidak hanya tentang fisiognomi pegunungan, lembah, dan dataran di pulau itu pada tingkat permukaan, tidak hanya menekankan karakter lanskap dan tetumbuhannya di beberapa zona, melainkan juga menekankan tatanan kedalaman, konstruksi geologis berbagai wilayah di negeri ini, dan gunung-gunungnya… (Junghuhn, Java 1,: 43) – hal. 59

Tahun 1855, usai cuti selama tujuh tahun di Eropa, Junghuhn kembali ke Jawa sebagai inspektur dan ditugasi membudidayakan Kina di tanah Priangan. Sayangnya budidaya Kina di selatan Bandung, di Pangalengan tidak sukses. Namun, jejak Junghuhn di Pangalengan bisa dijumpai dengan adanya Rumah Sakit Junghuhn. Junghuhn meninggal tanggal 24 April 1864 di usia 55 tahun dan dimakamkan di Jayagiri, Lembang.

Karena penasaran saya pun klik penulisnya di google, Hawe Setiawan merupakan seorang budayawan Sunda dan Dosen di Unpas. Ia juga mengelola blog naon2017.wordpress. com (mudah-mudahan saya tidak salah).

Semoga postingan saya bermanfaat ya^^

Bandung #012

32 pemikiran pada “Franz Junghuhn: Ilmuwan Romantik yang Menggambar

  1. Wah saya kira Junghuhn berkebangsaan Korea, Mbak.. Saya masih asing dengan ceritanya, tapi artikel ini jadi nambah wawasan tentang beliau. Terimakasih untuk ilmu yang dibagikan, Mbak.

  2. Jarang ya ada ilmuwan yang mampu menuliskan jurnal dan artikelnya yang ilmiah dengan bahasa sastra ya, mestinya Junghun ini lebih banyak diapresiasi ya karena kontribusinya untuk ilmu pengetahuan di Indonesia

  3. Terima kasih Mbak Rina, artikel ini menambah pengetahuanku ttg Junghuhn tentang kecintaannya pada gunung dan Tanah Jawa…tulisan yang sarat ilmu pengetahuan ini berguna sekali buat kita 2..
    Salam hangat selalu..ya

  4. aku mengenal Junghuhn karena ada pelajaran tentang pembagian iklim menurut beliau..tapi belum pernah tahu sisi yang lain dari ilmuwan ini atau membaca catatan lapangannya..pasti menarik sekali..terima kasih sudah sharing mbak 🙂

    • Iya sama kayaknya aku awal2 kenal Junghuhn karena pembagian iklim, tapi lama-lama makin sering nemu nama Junghuhn dijadikan referensi. Pas dikulik biografi Junghuhn ternyata sangat menarik. Makasih ya sudah mampir^^

  5. Zaman aku SMU aku pernah baca tentang Junghunn sebagai penemu obat kina. Hanya sebatas itu yg kutangkap, oh ternyata lebih menarik lagi ya kalau kita baca selengkapnya riwayat hidupnya. Naturalis yg perlu lebih kukenal selain Alfred Wallace yg setahun yl kubaca ulasannya di Kompas 😊 makasih Mbak Rina, post-nya

  6. coba ntar aku tanya suamiku nih. hehehe doi suka naik gunung waktu kuliah. anyway ini pengetahuan baru mbak auto gugling wikipedia ini aku hihihi. ntar aku cari tau lebih bnayk deh soal Junghuhn yg dari namanya aku pikir cina ternyata jerman ini. salam kenal

  7. Halo Mbak, salam kenal. Aku nggak expect sebenarnya bahwa Junghuhn akan balik ke pulau Jawa dan sampai membudidayakan Kina walau gagal. Aku baru dengar kisahnya disini. Menarik juga ya ketika ada orang asing yang justru lebih peduli dengan negeri kita.

    Terimakasih sudah berbagi cerita Mbak!

    • Iya berkat penjelajahannya ia cinta negeri ini. Mungkin dg sering melakukan perjalanan kita juga bakal bisa makin cinta sama tanah air hehe… Makasih ya sudah mampir^^

  8. Jadi Junghuhn ini dari Eropa ya mbak? Wah keren banget! Kalau dengan menulis narasi perjalanan aja tulisannya jadi hidup apalagi kalau menulis puisi gitu ya mbak, gak kebayang kerennya 😁

Tinggalkan Balasan ke Rina Darma Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.