[Book Review] Bagaimana Formula Ideal Agar UMKM Naik Kelas?

Hola halo Buddies,

Hampir setahun, buku Rantai Tak Putus ada di wishlist. Beli atau tidak beli perbandingannya 50:50. Tidak beli karena tema UMKM rasanya “garing” paling-paling berisi kisah jatuh bangun lalu sukses. Harus beli sebab sejauh buku-buku Dee yang aku beli, tidak ada yang mengecewakan. Justru melebihi ekspektasi. Akhirnya, buku nonfiksi karya Dee Lestari masuk keranjang belanja dan mendarat mulus awal 2022 lalu. Motivasinya lebih karena penasaran bagaimana seorang ibu suri yang tenar akan karya fiksinya mengemas karya nonfiksi.

Sinopsis

Rantai Tak Putus / Dee Lestari ; penyunting, Dhewiberta Hardjono. – Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2020

vi + 222 hlm,; 20 cm.

ISBN 978-602-291-724-3

Hidup kita dikelilingi dan digerakkan oleh UMKM. Data badan Pusat Statistik menyebutkan porsi UMKM dalam kue unit usaha yang berlangsung di Indonesia sebesar 99,9 persen. Persentase perusahaan besar hanya 0,1 persen dari keseluruhan unit usaha. Namun, GDP yang berhasil disumbang perusahaan besar mencapai 37 persen sedangkan sisanya disumbangkan oleh usaha mikro hingga menengah.

Dari total 99,9 persen UMKM, usaha mikro mendominasi di angka 98,7 persen. Angka yang sangat besar dan sayangnya belum berubah selama sepuluh tahun terakhir. Artinya, usaha mikro yang rata-rata pendapatan hariannya Rp 250 ribu belum banyak yang mengalami kenaikan kelas. Sangat jauh dari perusahaan besar yang dapat meraih penghasilan Rp 3 miliar per hari. Lebih dari 12 ribu kali lipat.

Kesenjangan yang jauh hari sudah menggerakkan hati William Soeryadjaya pendiri Astra. Perusahaan otomotif bonafit di Indonesia. Baginya yang juga petuah untuk semua karyawannya, kesejahteraan Astra tidak boleh dinikmati sendiri. Astra harus menjadi berkat bagi orang banyak.  Berangkat dari situ lahirlah Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) yang telah berkiprah selama empat dekade di Indonesia.

Melalui cabang YDBA yang disebut Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) mereka melakukan pelatihan dan pendampingan UMKM di berbagai daerah. Mantra 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) yang diadaptasi dari bahasa Jepang: Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke diterapkan di lingkungan kerja UMKM yang binaan.

Rantai Tak Putus menuliskan kisah-kisah para pejuang UMKM yang ingin naik kelas dibawah YDBA. Dee mengibaratkannya sebagai tarian dua arah. Yang kecil mau membuka diri, yang besar mau berbagi. Bekerja sama untuk maju bersama.

Yang licin dari pendampingan adalah proses tersebut merupakan tarian dua arah. Yang kecil harus mau membuka diri, yang sudah besar harus mau berbagi. Yang besar tidak bisa serta-merta mengatrol begitu saja, dan yang kecil tidak cukup hanya menengadahkan tangan. Keduanya harus bekerja sama. Keduanya harus maju bersama.” – hal. 19-20

Dari Waru Hingga ke Tapin

Dee membuka Rantai Tak Putus dengan sepotong kisah dari Waru, Sidoarjo. Kisah mengenai Agus yang matanya menjadi merah akibat lebih dari delapan jam di depan las. Dari situ Dee meloncat kembali, flashback ke pertemuannya dengan Henry C Widjaja, ketua pengurus YDBA.

Kami ingin memuat perjalanan UMKM ke dalam sebuah buku yang nantinya dikonsumsi pubik, bukan sekedar buku internal perusahaan.” – hal. 8

Butuh waktu bagi seorang Dee hingga akhirnya dia bersedia. Bagi Dee, urgensi sebuah cerita tidak bisa dipaksakan. Ia harus hadir secara organik.

Isi buku ini memang tak jauh meleset dari perkiraan awal. Kumpulan potongan cerita-cerita UMKM yang menerima kail dari LPB untuk bertumbuh. Penulis berkesempatan mendatangi dan mewawancarai pelaku-pelaku usaha tersebut dari Waru Sidoarjo di Jawa Timur hingga ke Tapin Kalimantan Selatan.

Dua cerita pembuka sama sekali baru buat aku. Berkisah tentang UMKM manufaktur. Namun, justru karena tema yang tidak familiar itu membuat aku tidak terburu-buru menyelesaikannya. Dan bisa membaca dengan detail.

Pada cerita ketiga, prolog yang dipakai Dee semakin menggugah semangat untuk merampungkan buku yang diantarkan oleh Menteri Koperasi dan UKM Indonesia ini. Tak lain tak bukan adalah pengalaman Dee dalam meramu kisah fiksi muncul di sini. Dee menggambarkan semangat suku Iban yang menjadi inspirasi bagi Mashudi dalam berkarya.

Passion kalau tidak dikelola dengan baik, akan sulit maju. Passion digabungkan profesionalitas, baru dua jempol.” – hal. 97

Sebagai jembatan penghubung dari Waru ke Tapin, kisah yang tadinya diambil dari pelaku UMKM, Dee memberi porsi bagi fasilitator atau pendamping. Tuturan dari para pendamping tak kalah menginspirasi. Mereka pun harus berjuang agar pelaku UMKM mau naik kelas. Mau menerima kail bukan hanya ikan.

Mengubah mindset dari yang ‘segini sudah cukup’ sampai akhirnya mau terbuka untuk perubahan, adalah selalu yang paling sulit.” – hal 107

Jika cerita di Waru dari bidang manufaktur, di Kalimantan Selatan Dee bertemu dengan pelaku usaha pertanian holtikultura. Sesuatu yang masih asing di sana. Lewat pendampingan LPB, para petani ini bisa memanajemen baik dari penanaman hingga pemanenan bahkan memutar agar harga selalu seimbang. Petani juga berhasil lolos dari jerat tengkulak.

Kalau uang, sekali dikasih langsung habis. Kalau ilmu, sejahteranya berkelanjutan.” – hal 152

Penulis kembali menutup cerita dari fasilitator di Tapin. Judulnya, Setangguh Baja, Selembut Merpati. Karena begitulah seorang fasilitator. Ia harus tangguh menghadapi karakter seseorang yang baru yang kadang alot berikut medan kerja yang tak mulus. Ia pun harus menyentuh secara personal.

Menangkap Kail dari Rantai Tak Putus

Tentu saja kelebihan buku ini dari kisah-kisah sukses serupa adalah kepiawaian Dee dalam meracik kata demi kata. Setiap mulai membaca kisah rasanya seperti membaca novel. Kekayaan frase yang dimiliki penulis juga membuat isi buku ini tidak terkesan membosankan.

Dee mampu menangkap semangat maupun motivasi dari cerita yang ia dengar, ia lihat, dan rasakan. Lantas ia menuangkan dalam buku Rantai Tak Putus. Sebagai pembaca dan yang kebetulan juga pelaku UMKM, rasanya aku banyak belajar dari buku ini. Buku yang juga membuat aku terbuka secara tidak langsung. Buku yang memaksa melihat banyak hal di luar bidang. Kita hanya perlu membuka mata lebih lebar.

Kisah itu barangkali tengah Anda jalani. Atau mungkin baru hendak Anda mulai. Perubahan menuju arah yang lebih baik seringkali tidak nyaman, terutama ketika kita dituntut untuk meruntuhkan kebiasaan lama, mengganti pola pikir yang sudah melekat bagai selimut hangat. Tengoklah ke kiri dan ke kanan. Sambutlah uluran tangan dan masuki pintu kesempatan. Jika bantuan itu datang dalam bentuk ilmu dan ketrampilan, jika bantuan itu datang dalam bentuk kail dan bukan ikan, genggamlah ia erat-erat. Perjalanan itu hampir pasti tidak mudah, tetapi Anda tak perlu sendirian. Rantai ilmu niscaya tak terputus.” – hal. 209

Terakhir, penulis berharap Rantai Tak Putus dapat menjadi pemantik motivasi, penjaga api semangat, dan penghangat hati ketika tantangan datang. Aku setuju!

Kesan yang aku dapatkan usai membaca buku ini yaitu sebagai pelaku UMKM harus segera ambil tindakan, jangan menunggu ikan menghampiri.

Membaca buku ini juga mengingatkan aku pada program Kampung Berseri Astra (KBA). Sebuah kampung yang mengusung empat pilar yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Jika berkunjung ke KBA pastilah kita mendapatkan semangat kemandirian dan pemberdayaan. Replika spirit Astra dalam visinya pride of nation.

Aku rekomendasikan buku ini buat Kalian pelaku UMKM, baik yang mau maupun yang sudah merintis usaha. Insight kisah dalam buku ini dapat menginspirasi dan mmemotivasi untuk naik kelas.

Sudah membaca buku ini belum? Bagaimana pendapat kamu?

22 pemikiran pada “[Book Review] Bagaimana Formula Ideal Agar UMKM Naik Kelas?

  1. Daku harus baca buku ini nih setelah ikutan kelas menulis feature, bisa ditebak tulisan profil Dee pasti jadinya seperti novel, indah kosakatanya bisa belajar banyak dari buku ini..

  2. baru tau kalo dee nulis non fiksi juga. sebenarnya, karya dia yg dapat sy nikmati itu kumcer filosofi kopi. tapi menarik kalo membayangkan bgmn dee meramu narasi fiksi untuk kisah non fiksi. makasih sudah berbagi mba 🙂

    • Filosofi kopi buku Dee pertama yg aku beli krn dikompori teman. Iya, memang menarik sih menurutku… Makasih ya sudah mampir^^

  3. aku selalu berpikir kalau para pejuang UMKM ini bener-bener orang-orang keren dan strong
    selalu mencari ide dan enggak menyerah gitu aja buat menaikkan value mereka
    keren, bukunya. masuk wishilist nih

  4. Wah aku belum punya buku ini lho mba. Aku mengoleksi fiksi2nya Dee tapi blm pernah baca yang non-fiksi. Dari ulasan mba Rina, seprtinya aku menyesal blm membaca bukunya

  5. Aku tertarik pada kutipan “kalau uang sekali langsung habis, sedangkan ilmu tidak.”, aku malah jadi ingat pesan oran tuaku yg mereka bilang nggak bisa mewariskan apa2 selain pendidikan karena uang akan menghampiri sendiri dengan kita mampu memanfaatkan pendidikan.

    Daripada dikasi h modal uang, lebih baik ilmunya. Dengan ilmu, SDM akan lebih kreatif, uang pun datang sendiri..

  6. Jadi, apakah ini buku kumpulan artikel feature? Perlu aku pertimbangkan untuk baca juga nih. Lokasi salah satu pelaku UMKM di Waru Sidoarjo terasa memanggilku. Secara ukuran jarak, nggak begitu jauh dari tempatku. Thanks mbak Rina

    • Bisa dibilang feature juga sih, Mbak. Iya ada 3 cerita dari waru, umkm manufaktur. Untuk belajar nulis feature bisa juga sih beli, menurutku, Mbak. Secara aku beli ini juga karena penasaran cara Dee nulis dan keren banget…

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.