[Review Buku] Batu Salju

Hi Buddies,

Sewaktu pertama mendengar judul buku ini, aku hanya membayangkan setting novel ini ada di lokasi bersalju. Ceritanya? Aku tak menerkanya.

Ketika membaca blurb di cover belakang novel karya Sulung Prasetyo ini, aku mulai menyusun puzzle kerangka karangan usai mendapat petunjuk lokasi cerita berada di Papua. Kita tahu di puncak tertinggi Indonesia, di Cartenz Pyramid, di sana dikatakan ada salju abadi. Satu-satunya salju di wilayah tropis. Salju yang terancam perubahan iklim. Seru, pikirku!

Sekilas mengenai perubahan iklim di Cartenz Pyramid, aku pernah menulis di artikel “Papua, Benteng Hijau Penyelamat Krisis Iklim”.

BLURB

Apakah yang diinginkan angin?

Merengkuh raga tanah dan menyetubuhinya?

Menyusuri lekuk batu pinggir sungai hingga ke telaga?

Menggoyah pepohonan serta menikmati liuknya?

Apa yang dicari hujan?

Ketika dingin terlalu lelah menerpa?

Hampa menghantam kenyataan.

Lidah-lidah kelu menggorok tenggorokan.

Kebekuan membuat kita terpisah jauh.

Bagai langit dan bumi.

Hanya nasib yang akan menyatukan.

Dan hujan adalah nasib kita.

Kisah tiga makhluk bumi yang terus berjalan menjalani takdir dan menggapai mimpi di kepala. Andrei Trotski. Ilmuwan yang bermimpi menemukan obat segala penyakit di dunia. Bosilino yang tercekik kemiskinan dan berharap menjadi kaya. Dinggisou, seekor hewan asli Papua yang menjadi manusia karena takdir menentukannya.

Sampai akhirnya ketiganya bertemu di dalam bagian kecil peta, di pulau paling timur Indonesia. Papua. Masing-masing berjuang untuk menyelamatkan diri dan pemikiran mereka. Mengantarkan pada kesimpulan tak terduga, seperti juga yang kerap kita dapatkan di keseharian berbatas malam.

Bahwa hidup kadang tak seperti kita harapkan. Bahwa hidup tak perlu harus mengulang, dan menyesali apa yang telah dilakukan. Bahwa hidup adalah masalah menatap masa lalu dengan apa adanya, dan melihat masa depan dengan harapan dan usaha terbaik yang bisa dilakukan.

 

Batu Salju

Sekuel Pertama Petualangan Andrei Trotski

Cetakan September 2022

Penulis: Sulung Prasetyo

Penerbit: Lingkar Bumi

 

Kisah Tiga Makhluk Bumi

Dinggisau

Mulai membaca Bab 1, pengetahuanku tentang Papua diuji. Awalnya, aku mengira “Dinggisau” ini adalah manusia. Aku pikir Dinggisau adalah nama lokal orang Papua, seperti Bambang khas orang Jawa, Ujang dari Sunda. Sebab, melalui diksi yang dipakai penulis, seolah dia adalah manusia seperti penggunaan kata suami istri, hamil, dan lain-lain. Istilah yang familiar dengan manusia.

Kemudian, karena deskripsinya, sempat mengira orang utan juga, tapi kan di Papua ga ada orang utan???

Barulah, di akhir halaman 6, aku ngeh kalau yang dimaksud Dinggisau ini adalah kanguru pohon (hehe…).

“…Tak ada yang selamat, bila pemburu sudah membunyikan senapan. Istri Domeang itu akan juga menjadi mayat, bersama anak yang masih berada di kantung badannya.

Karena, penasaran aku search Dinggisau dan memang artinya kanguru pohon. Di Wikipedia tertulis “dingiso”. Binatang endemik Papua. Sebenarnya, untuk kanguru di Papua aku sudah pernah mendengar hanya saja tidak tahu kalau ada namanya haha…

Andrei Trotski

Namanya, menurutku agak ke-Rusia-Rusia-an. Ilmuwan muda asal Indonesia yang “mendunia”. Idealisme membawanya ingin membuktikan teori Alfred Russel Wallace mengenai teorinya tentang garis Wallacea. Meskipun ada pengorbanan di dalamnya.

Menemukan “Wallacea” aku makin semangat meneruskan membaca buku “Batu Salju” ini donk. Sebagaimana dulu aku penasaran dengan garis khatulistiwa sebegitu juga dengan garis “Wallacea” ini. Jika khatulistiwa membagi bumi dua bagian sama besar utara dan selatan, Wallacea ini merupakan garis yang memisahkan wilayah geografi binatang Asia dan Australasia.

…Tak akan ada buah manis bisa dirasa, tanpa pengorbanan orang yang menanamnya.” – hal. 13

Bosilino

Lagi-lagi penulis memilih nama nyentrik. Namun, langsung dijelaskan apa arti Bosilino. Bosilino ini digambarkan sebagai orang yang terlahir dari keluarga penggali makam yang ingin merubah nasibnya. Bosilino ini menurutku cermin masyarakat yang putus asa di tengah kehidupan ekonomi. Agaknya ini menjadi kritik sosial tersirat untuk pemerintah.

Awalnya ia berniat mencari pesugihan. Di bagian ini, aku mendapat insight baru tentang jalan pintas mencari kekayaan atau jabatan itu dengan bantuan setan itu. Diceritakan sepasang paruh baya yang mencari pesugihan ini lantas kepalanya setiap purnama akan berubah menjadi kepala babi dengan badan manusia. (Riset penulis membuatku paham alur mencari pesugihan ini).

Pasangan itu tak bisa menjawab lain, hanya mengeluarkan suara menguik seperti babi. Melihat itu Bosilino bergetar hebat. Segala keinginan untuk menjadi kaya melalui pemujaan setan tiba-tiba hilang dalam kepalanya. Ia tak ingin kepalanya berubah menjadi babi saat purnama tiba. Lebih baik ia miskin terus, daripada menjadi manusia berkepala babi seperti itu.” – hal. 57

Kemudian, Bos mencoba merampok yang berujung di penjara. Di sel itulah, pertama ia mendengar tentang gunung emas dan bulat tekadnya mengambil emas sebanyak-banyaknya.

 

***

Kritik Lingkungan dan Sosial

Latar belakang penulis yang merupakan seorang jurnalis rasanya membawa idealisme dalam buku ini. Bukan sekedar novel bergenre petualangan belaka. Beberapa hal yang bisa aku tangkap dari novel ini, yaitu:

Dinggisau, satwa endemik yang terancam punah

Membaca karya Sulung ini membuatku penasaran tentang Dinggisau. Dari laman Wikipedia, Dinggisau atau Dingiso yang dikenal juga dengan bondegezou merupakan spesies dari kanguru pohon endemik pada tengah Provinsi Pegunungan Papua. Kanguru ini bisa ditemukan di Puncak Sudirman di jajaran Pegunungan Jayawijaya.

Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian Andrei Trotski beserta rekannya dalam mengejar batu salju. Obat segala penyakit.

Oleh suku Moni, kanguru ini disebut Mbaiso. Artinya binatang terlarang, sakral. Banyak Moni beranggapan Mbaiso adalah leluhur yang tidak boleh diganggu.

Kanguru Mbaiso termasuk satwa yang nyaris punah (endangered) dan masuk dalam red list International Union for Conversation of Nature (IUCN). Oleh pemerintah Indonesia semua genus Dendrolagus masuk satwa yang dilindungi melalui Peraturan Pemerintah tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dikutip dari situs indonesia.go.id jumlahnya tak lebih dari 10-15 ekor setiap spesiesnya.

Angka ini menurun akibat adanya pembukaan lahan untuk perkebunan dan keperluan lainnya. Peneliti menyatakan populasi hewan ini menurun 89% dalam 30 tahun terakhir.  

Penulis mendeskripsikan bahwa Dinggisau ini lari dari kejaran manusia yang terus merambah memasuki habitatnya.

Sudah lama merambat, ia tak juga menemukan satwa lain. Jangankan Kus-Kus, burung yang biasa ribut berbicara di pagi hari, sepertinya senyap. Mungkin mereka semua mencium aroma yang sama. Aroma kematian. Aroma yang bertebaran bila manusia datang.” – hal. 7

 

Salju abadi yang hampir tinggal nama

Keistimewaan Papua yang lain adalah adanya salju abadi. Salju tak biasanya ada di iklim tropis seperti Indonesia. Itulah mengapa gletser tropika ini menjadi unik dan satu-satunya. Seperti yang aku sebut di atas, aku pernah menyinggungnya dalam postingan aku “Papua, Benteng Hijau Penyelamat Iklim”.

Dari novel ini, aku baru tahu kalau akibat salju yang terus mencair membuat puncak tertinggi pindah. Di halaman 219 disebutkan kalau dulu itu Puncak Jaya Wijaya atau oleh penduduk dinamakan Ngga Pulu merupakan puncak tertinggi di Pegunungan Tengah. Namun, karena salju terus mencair saat ini puncak tertinggi berpindah ke Cartensz Pyramid. Ini merupakan informasi yang baru juga buat aku.

“Lihat batas salju terakhir sudah bergeser lagi. Makin mendekati ke arah puncak.” – hal. 243

Penyebabnya masih menurut novel ini melalui dialog Kurt, guide Andrei Trotski, adalah pemanasan global yang membuat salju makin menghilang. Menurut sosok Kurt, saat pertama kali ke Pegunungan Tengah tahun 1986, salju masih menyambung dari seluruh puncak bagian utara Pegunungan Tengah. Salju di Cartenz Pyramid juga masih ada. Sementara saat ini salju hanya tersisa di puncak Cartenz Timur, Ngga Pulu dan puncak di sebelahnya.

Saat zaman Belanda, menurut penelitian bahkan salju mencapai Danau Hijau dan Celah Selandia Baru yang bahkan sekarang tidak ada. Mirisnya, Catherine rekan penelitian Andrei menegaskan bahwa perubahan iklim akan membuat salju benar-benar menghilang sebelum tahun 2030.

Gunung Emas Papua untuk siapa?

Tak asing di telinga kita jika disebut Gunung Emas di Papua. Gunung ini memang nyata adanya. Melalui Bosilino yang ingin mengubah hidupnya, seolah pembaca diajak melihat realita ekonomi masyarakat. Demi kekayaan mereka bahkan mau melakukan segalanya.

Betapa gembiranya ketika Bosilino akhirnya benar-benar berada di Gunung Emas. Dikatakan gunung emas itu tidak hanya satu tapi banyak. Melalui Alfred pemilik persewaan ekspedisi dituturkan jika gunung itu punya tiga anak. Masing-masing menjadi suku-suku yang menjaga gunung itu sekarang.

Lantas hal menyentil terjadi ketika dialog Bosilino dengan seorang lelaki di kantor penyewaan mobil. Bahwa gunung emas dan pertambangan emas tidaklah sama. Bahwa tidak semua orang bisa masuk pertambangan emas.

Izin? Izin apa? Gunung punya Tuhan, kenapa harus izin?” – hal. 184

Secara keseluruhan membaca novel ini membuka banyak wawasanku terutama tentang Papua. Hanya saja dari sisi teknis masih banyak ditemukan typo terutama penggunaan spasi. Dan, sayangnya buku sebagus ini belum terdaftar ISBN.

Buku ini aku rekomendasikan buat kamu terutama yang berjiwa bertualang dan suka mendaki gunung terutama jika menaruh mimpi mendaki Cartenz Pyramid.

Terakhir, terima kasih buat Kakak yang mengirimiku buku ini. Maafkan review dari aku cukup lama.

Nah, buat Manteman yang ingin baca buku ini bisa juga beli di sini ya.

Eh hampir lupa novel ini merupakan sekuel petualangan Andrei Trotski… ga sabar deh baca kisah Andrei selanjutnya di Kalimantan.

… Segera disandangnya ransel di bahu. Ia berniat pergi ke Kalimantan. Teman di sana mengabarkan kalau ia menemukan fenomena aneh. Seorang manusia bisa mengeluarkan sulur tumbuhan dari tubuhnya.

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.