Tazkiyatun Nafs #4 – Shalat (1)

Salat adalah sarana terbesar dalam tazkiyatun nafs dan pada waktu yang sama merupakan bukti dan ukuran dalam tazkiyah. Ia adalah sarana sekaligus tujuan.

Adab zahir salat ialah menunaikan secara sempurna dengan anggota badan. Adab batin yaitu khusyu’.

Khusyu’ merupakan tanda pertama orang-orang yang beruntung. Baik dan rusaknya hati tergantung kepada ada dan tidaknya khusyu’ ini.

Ilmu khusyu’ berkaitan dengan ilmu pensucian hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatannya. Perlunya pembiasaan hati untuk khusyu’ melalui kehadiran (hudhur) bersama Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan.
Khusyu’ dalam salat merupakan ukuran kekhusyu’an hati.

Siapa yang lalai dalam semua shalatnya, maka bagaimana mungkin dia bisa mendirikan shalat untuk mengingat-Nya?

Betapa banyak orang yang menegakkan shalat hanya memperoleh letih dan payah.” HR. Nasa’i

Orang yang salat adalah orang yang tengah bermunajat kepada Tuhannya sedangkan pembicaraan dengan orang yang lalai tidak bisa disebut munajat. Apa artinya permohononan “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus (Al Fatihah:6)” jika hati tetap lalai? Jika tidak dimaksudkan dengan tadharru’ (kerendahan hati) dan do’a, maka betapa mudahnya diucapkan lisan dengan hati yang lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan? Itulah hukum zikir.

Para ulama sepakat bahwa seseorang hamba tidak akan mendapat (nilai) shalatnya kecuali apa yang disadarinya. Kehadiran hati adalah ruh salat. Batas minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram.

Makna batin dengan tercapainya “kehidupan” shalat memiliki banyak ungkapan yang terangkum dalam enam kalimat.

  1. Kehadiran hati
    Selagi pikiran tidak terpalingkan dari apa yang tengah ditekuninya sedangkan hatinya masih tetap mengingat apa yang tengah dihadapinya dan tidak ada kelalaian di dalamnya maka telah tercapai kehadiran hati.
  2. Tafahhum (kepahaman)
    Peliputan hati terhadap pengetahuan tentang makna lafazh itulah yang dimaksudkan dengan kepahaman.
    Dari sinilah shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, karena ia memahamkan banyak hal yang pada gilirannya dapat mencegah perbuatan maksiat.
  3. Ta’zhim (Rasa hormat)
    Tambahan kehadiran hati dan kepahaman, sebab bisa jadi hatinya hadir dan paham tapi tidak ada rasa hormat.
  4. Haibah (rasa takut yang bersumber dari rasa hormat)
    Takut yang tidak bersumber dari rasa hormat contohnya takut pada kalajengking disebut muhabah. Habibah adalah rasa takut yang bersumber dari penghormatan dan pemuliaan.
  5. Raja’ (harap)
    Seorang hamba dengan shalatnya harus mengharapkan ganjaran Allah sebagaimana ia takut hukuman Allah bila melakukan pelanggaran.
  6. Haya’ (rasa malu)
    Tambahan semua hal di atas, karena landasannya adalah perasaan selalu kurang sempurna dan selalu berbuat dosa.

Obat yang bermanfaat dalam menghadirkan hati adalah mengusir lintasan pikiran-pikiran yang datang dan menyibukkan. Sesuatu tidak dapat diusir kecuali dengan mengusir sebab-sebabnya. Terapinya memutuskan sebab tersebut misalnya menundukkan pandangan, shalat di ruangan gelap, dan sebagainya.
Batiniah lebih berat sebab berkeliaran dari satu aspek ke aspek yang lain karena apa yang telah bersemayam di hati sebelumnya telah menyibukkannya. Terapinya menarik jiwanya dengan “paksa” untuk memahami apa yang dibacanya dalam shalat dan membuatnya sibuk dengannya dan melupakan yang lain.

Lanjut ke part 2 ya!

Mari berdiskusi di kolom komentar di bawah ya👇

Sumber:
Buku Mensucikan Jiwa; Tazkiyatun-nafs Terpadu, Intisari Ihya’ Ulumuddin al-Ghazali diseleksi dan disusun ulang oleh Sa’id Hawwa

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.