Tazkiyatun Nafs #4 – Shalat (2)

Shalat Bagian 1

Tidak hanya saat melakukan shalat, tidak melalaikan juga berlaku untuk berbagai peringatan yang terdapat dalam syarat-syarat shalat dan rukun-rukun shalat. Syarat- syarat yang mendahului shalat yaitu azan, bersuci, menghadap kiblat, berdiri tegak lurus dan niat.

Saat mendengar seruan muazin, segera hadirkan dalam hati dahsyatnya seruan hari kiamat. Kemudian bersegera mengarahkan hati memenuhi seruan dengan penuh kegembiraan dan kesenangan.

Tidak hanya suci secara lahir tapi juga menyucikan hati. Sebab, batin yang suci merupakan penilaian Tuhan. Di antaranya dengan taubat, penyesalan atas berbagai dosa, dan tekad untuk meninggalkan maksiat di masa mendatang.

Menutup aurat maknanya menutupi dari pandangan makhluk. Lalu bagaimana dengan keburukan batin yang hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui? Selalu menghadirkan keburukan dalam benak dan menuntut diri untuk menutupnya tetapi selalu ingat mata Allah SWT yang tak pernah luput dari hamba-Nya.

Ialah memalingkan lahiriah wajah dari seluruh arah ke arah Baitullah. Wajah hati hendaknya bersama wajah badan. Wajah tidak dapat menghadap ke arah Baitullah kecuali berpaling dari selai-Nya. Demikian pula hati, tidak akan dapat menghadap Allah kecuali dengan mengosongkannya.

Hendaklah kepala yang merupakan bagian teratas dari badan tertunduk khusyu’ dan amalan meletakkan kepala (di tanah) dari tempatnya yang tinggi menjadi peringatan atas kewajiban hati untuk tawadhu’, merendahkan diri dan menghindari kesombongan.

Bertekad memenuhi perintah Allah SWT dan mengikhlaskannya semata-mata mengharap ridho Allah SWT.

Apabila lisan mengucapkan hati tidak mendustakan. Artinya tidak mengikuti hawa nafsu, jika ingkar terhadap kebesaran Allah karena mengikuti nafsu berarti telah menuhankan hawa nafsu.

Dalam membaca hendaknya tartil untuk mempermudah perenungan. Bila batin khusyu’, zahir pun khusyu’. Shalatnya Abu Bakar Ash Shidiq laksana tiang sementara Ibnu Zubair ra laksana kayu.

Rahmat Allah sangat cepat datang kepada hamba dengan keadaan lemah dan merendahkan diri.

Bahwa shalawat dan kebaikan yakni berupa akhlaq yang suci adalah semata-mata milik Allah SWT.

Di tulisan shalat sebelumnya, khusyu ‘dikatakan sebagai ibadah batin. Aku menemukan makna khusyu’ dalam Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 46 yang menyebutkan bahwa orang yang khusyu’ yakin akan menemui Tuhan-Nya dan yakin akan kembali kepada-Nya.

Khusyu’ juga mengingatkanku pada mindfullness atau kesadaran penuh. Artinya saat shalat, kita harus berusaha penuh untuk sadar sedang menghadap Rabb, maka sudah seharusnya berusaha semaksimal mungkin menghadirkan hati hanya untuk Allah dan pikiran tidak kemana-mana.

Itulah mengapa akhirnya aku mengerti orang mabuk tidak boleh shalat sebab ia tidak memiliki kesadaran penuh. Aku teringat dulu senior pernah cerita, kalau ia ditanya seseorang bahwa apakah orang mabuk boleh shalat? Ia menjawab, shalat… shalat saja. Dulu aku aneh dengan jawaban itu, tapi akhirnya aku tercerahkan saat mendengar kajian Ustadz Dennis Lim, bahwa kita bukanlah hakim… bukan tugas kita menghakimi. Namun, dalam bab ini, aku juga membaca jika seseorang yang berhadas, ia lupa, lalu shalat maka ia akan tetap mendapat pahala sesuai amaliah dan udzurnya.

Mari berdiskusi di kolom komentar di bawah ya👇

Sumber:
Buku Mensucikan Jiwa; Tazkiyatun-nafs Terpadu, Intisari Ihya’ Ulumuddin al-Ghazali diseleksi dan disusun ulang oleh Sa’id Hawwa

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.