Pada Suatu Hari di Gunung Putri Cililin – Bandung Barat

Halo Buddies,

Sebenarnya ini bukan perjalanan terbaru aku. Perjalanan ini sudah aku lakukan tahun 2013 lalu. Wkwkwk… sudah jadul banget ya. Tapi, entah mengapa aku merindukan tempat ini usai perjalananku ke Gunung Putri Lembang kemarin. Karena memiliki nama yang sama, aku jadi teringat yang ada di Cililin. Bukannya menulis perjalanan terbaru, aku malah me-remake tulisan ini. Jadi semacam tulisan flash back atau nostalgia saja. Karena kebetulan memang belum ditulis di blog juga.

Tulisan mengenai perjalanan Gunung Putri menjadikan aku terpilih menjadi salah satu d’traveler of the year Detik Travel Tahun 2015. Kalau ingin baca di sini “Hai Jomblo! Ada Mata Air Enteng Jodoh di Bandung Barat”. Ulasan versi lengkap sudah dimuat di rubrik jelajah Harian Republika. Namun, aku cari-cari dokumentasinya tidak ketemu. Entahlah nyelip dimana atau mungkin sudah hilang karena pindah-pindah perangkat. Karena versi cetak, jadi rada susah melacaknya juga.

Aku dua kali ke sini. Untuk pertama kalinya, aku hanya sekedar melintas saat menuju lokasi longsor di Cililin. Tebing-tebing yang menjulang di kiri kanan Sungai Cibitung itu mengingatkan aku dengan Gunung Api Purba Nglanggeran di Yogyakarta. Sepulang dari Mukapayung membuatku menghentikan rekan-rekanku saat itu hanya untuk berfoto-foto. Untung pada mau haha…

Siapa sangka, tak lama berselang, rombongan Travel O’ Logy Institut Teknologi Bandung (ITB) bertajuk tour Cililin “Surga Bandung yang Terlupakan” kembali mengantarku ke sini.

Dari tour itulah, aku baru “ngeh” jika tempat aku berfoto itu merupakan kawasan geologi. Yup, tepat sesuai feeling-ku. Gunung api purba.

Jelajah Geowisata Gunung Putri

Cililin terletak 35 kilometer atau hampir dua jam perjalanan dari Kota Bandung. Berada di bagian barat daya Cekungan Bandung. Cekungan Bandung terbentuk sekitar 11.000 tahun yang lalu akibat letusan Gunung Sunda purba. Letusan tersebut menyebabkan kaldera seluas 5-10 kilometer. Kemudian, terjadi kembali hujan abu yang kedua kalinya hingga membendung Sungai Citarum dan membentuk Danau Bandung sekitar 6.000 tahun yang lalu.

Berkat travel geologi ini juga akhirnya aku tahu nama-nama gunung yang sebelumnya jadi latar belakang berpose. Bahkan, serunya, kami mendaki salah satu gunung tersebut yaitu Gunung Putri.

Tebing-tebing yang menawan itu merupakan tebing breksi.

Dari puncak Gunung Putri terpampang meander Sungai Cibitung. Sungai Cibitung mengalir di Lembah Curugan Gunung Putri. Badan sungainya hampir dipenuhi batuan breksi. Sisa muntahan gunung api purba. Jenis batuan breksi yang sekompleks dengan Gunung Halu dan Sindang Kerta.

Breksi merupakan batuan yang memiliki ukuran butir lebih dari dua milimeter dan fragmen-fragmennya menyudut. Breksi di Mukapayung terbentuk akibat letusan gunung api yang berumur belasan juta tahun lalu.

Kisah Lamaran yang Batal

Saat mendaki Gunung Putri itu, kami para travelog dipandu oleh penduduk setempat yang bernama Bapak Jajang. Insya Allah, jika berjodoh lagi dengan Gunung Putri, aku akan bersilaturahmi lagi. Sebab, dengan penuturannya, ceritaku menjadi lebih kaya. Bukan sekedar menggambarkan panorama dan dari sisi geologi saja.

Gunung Putri berkaitan erat dengan legenda kisah lamaran yang batal. Pangeran Asep Roke terlambat di hari lamarannya. Ia kesiangan. Kesal dengan Haweyon yang terus menyoraki, ia berteriak dan menendang seserahan dan mas kawin yang hendak diberikan kepada Sang Putri.

Tokoh-tokoh tersebut menjelma menjadi nama-nama gunung. Gunung Putri, Gunung Asep Roke, dan Gunung Haweyon. Berikut seserahannya yang terhambur di kawasan tersebut kini dikenal sebagai situs Batu Munding Laya dan Batu Mukapayung Penamaan daerah selalu erat dengan legenda yang menyertainya.

Situs Munding Laya berada di tengah areal persawahan Kampung Cibitung, Desa Mukapayung. Situs Munding Laya oleh masyarakat sekitar dipercaya dulunya merupakan kerbau (munding) seserahan pernikahan. Bentuk batu mirip kerbau dengan kepala menyelup ke tanah dan tinggal nampak punggungnya.

Masyarakat menganggap batu munding laya sebagai batu magis. Lumut yang tumbuh di batu ini dipercaya baik untuk hewan ternak.

Sementara untuk batu mukapayung, kami tidak ke sana. Karena saat itu sudah sore banget dan cuaca mulai tak kondusif. Batu yang bentuknya mirip dengan payung yang dibawa saat hendak lamaran. Jika berjodoh lagi, aku akan ke sana.

Secara geologi, batu yang dikeramatkan masyarakat tersebut merupakan bagian dari lahar yang disebut breksi. Breksi berbeda dengan kekar kolom sebab kekar kolom berasal dari lava. Lahar merupakan lava yang sudah bercampur air, gerakan mengalirnya lebih cepat dan lebih encer.

Selain itu, patok Kerajaan Pajajaran juga dipercaya berada di Gunung Putri. Di bagian puncak dapat ditemukan berbagai gerabah dan perabotan-perabotan lalu. Ada pula yang dikenal dengan sebutan batu masek.

Mata Air Enteng Jodoh

Uniknya di Gunung Putri terdapat goa yang dinamakan sama, Goa Gunung Putri. Goa ini dijumpai lebih kurang setengah jam dari titik pendakian. Separo perjalanan menuju puncak. Goa Gunung Putri pun dikeramatkan oleh warga setempat.

Di Goa Gunung Putri juga terdapat mata air yang tak pernah kering. Air tersebut dipercaya bisa menyehatkan badan sebab dari gunung asli. Pengunjung biasa menggunakan untuk cuci muka maupun diminum langsung termasuk untuk dibawa pulang.

Dipercaya siapa yang membasuh muka dengan air yang mengalir dari goa ini bakal cepat mendapatkan jodoh. Sebab, mukanya jadi bersinar.

Mengambil angle ini, judul tulisanku di Detik Travel jadi ramai diperbincangkan. Bahkan, ada saudara yang bertanya apakah aku juga ikutan cuci muka di sana? Aku lupa ikut cuci muka atau tidak tapi yang jelas aku malah meminumnya heh… Dan setengah tahun dari sana, aku menikah. Tapi, menurutku untuk kisahku lebih ke kebetulan.

Pada umumnya daerah yang terdapat air mengalir sepanjang waktu dikeramatkan warga. Berdasarkan penjelasan geologi, air tersebut menyehatkan karena berasal dari batuan sisa gunung berapi yang mempunyai banyak unsur. Di antaranya kalium, natrium, dan kaya kandungan mineral.

Sementara itu, terbentuknya goa akibat erosi air. Erosi yang terus terjadi dalam waktu yang lama. Erosi perlahan-lahan mengikis secara konsisten.

Di akhir plesiran ini, aku terngiang kembali ucapan Ketua Travel O’ Logy Malik Arrahiem. Bandung tidak hanya terkenal sebagai Kota Kembang. Tapi, Bumi Parahyangan juga menawarkan kawasan-kawasan geowisata yang elok. Bandung juga merupakan kota yang melahirkan para ahli geologi.

Habis menulis ini kok jadi pingin ke Museum Geologi lagi yang sudah entah berapa kali kukunjungi itu.

Apa teman-teman suka mengunjungi lokasi geowisata semacam Cililin ini? Atau punya cerita juga tentang kisah lamaran yang batal? Bagi juga ya di kolom komentar^^

20 pemikiran pada “Pada Suatu Hari di Gunung Putri Cililin – Bandung Barat

  1. Selalu suka saya lihat foto-foto tebing, sungai berkelok di bawahnya, Tulisan yang begini ini menurut saya harus dirawat dan disebarkan, buat bacaan generasi kelak, yang barangkali sudah kesulitan mencari dan menemu tempat-tempat yang alami. Sebab generasi now ini adalah generasi digital, yang langka menjelajah alam secara langsung.

  2. Seru banget mba kayaknya, udah lama aku ga hiking susur alam kayak gitu. Gak tau deh masih kuat apa nggak hehehe.. Tapi asli, seru banget tau jelajah alam gitu….

  3. lhoo abis baca cerita ini aku jadi pengen cuci muka di sana juga hheheheh biar muka jadi kinclonggg. tapi aku ga kuat naik gunungg 😦

  4. Saya selalu suka dengar kisah dibalik suatu tempat, apalagi di Indonesia, hampir semua tempat wisata alam punya kisah sendiri2. Ceritanya menarik mba, termasuk air yang katanya bikin enteng jodoh ini, saya jadi berpikir kalo orang udah nikah lalu basuh muka lagi apa akan double jodohnya? Hahaha

  5. Bener yah kalau Bumi Pasundan lahir saat Tuhan sedang tersenyum. Ngga habis-habis ke-elokannya. Jadi pengen ke Gunung Putri juga nih huhu.

  6. Salam kenal mbak Rina 🙂 Wah, keren amat deh udah dua kali main ke Gunung Putri Cililin 🙂 AKu belum pernah hahaha 🙂 Kepengen sih menikmati pemandangan sungai/ kali dengan batu-batu besar, aliran air gemericik, ada jembatan juga. Ada Gua Enteng Jodoh yang kudu dimampirin kalau kita berwisata ke sana. Kapan2 ah mau diagendakan 🙂 TFS yach.

Tinggalkan Balasan ke Nurul Sufitri Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.