Kembali ke Malang Bareng Teman Hidup Traveloka

Halo Buddies,

Jika aku ditanya, saat bisa #LihatDuniaLagi bareng #TemanHidup bakal kemana? MALANG

Malang adalah Bandung versi yang lain bagiku. Jika Bandung ada di barat, maka buat aku Bandung-nya timur ya, Malang.

Ketertarikanku terhadap Malang, pertama karena Gunung Semeru dan kedua karena sepak bolanya. Seperti Zafran, aku pun meletakkan Puncak Mahameru itu ‘5cm’ itu tepat di depan keningku. Namun, jauh sebelum film “5cm” itu sendiri.

Sementara, aku jatuh hati pada AREMA Malang justru ketika tim berjuluk Singo Edan tersebut dijatuhi hukuman oleh Komite Disiplin (Komdis) PSSI. Tahun 2008, suporter AREMA Malang dihukum tidak boleh menonton pertandingan dengan atribut di stadion selama dua tahun. Tetapi, tak patah arang, hukuman itu justru membuat pendukung Singo Edan kreatif. Mereka tetap mendukung tim kesebelasan mereka walau tanpa atribut. Ada yang datang mengenakan gamis, baju koko, batik, dan lainnya yang justru malah nampak seperti festival.

Aku yang saat itu bahkan belum menginjakkan kaki di Malang langsung menambatkan hati pada AREMA. Ya, sampai sekarang itulah tim sepak bola favoritku.

Makanya aku begitu terpukul ketika mendengar “Tragedi Kanjuruhan”.

Teringat ketika aku membaca tweet tentang tragedi ini pertama kali. Hati terasa pilu dan sesak. Air mata pun menggenang. Aku sekarang adalah seorang ibu dengan tiga anak yang masih kecil. Sejak kecil aku membiasakan anak-anak dengan suasana stadion. Aku begitu sedih ketika ibu dan anak itu harus merasakan tragedi dalam stadion.

Bagi yang belum pernah ke stadion, bergabung langsung di tribun itu adalah kebahagiaan tersendiri. Bahkan, ada potongan video seorang ibu yang merayakan ulang tahun anaknya di stadion. Ya, karena di tribun itu, siapapun kita adalah satu, tak peduli dari daerah mana, naik apa ke stadion, kami satu dalam solidaritas.

Di tribun itu, kita bisa teriak-teriak tanpa ada yang menghakimi. Kita bisa ikut membuat gerakan ‘ombak’ hanya dengan melihat tribun di sebelah kita. Tanpa maksud mengurangi rasa simpati dan empati, tapi sebagai seorang ibu saya tidak ingin kenangan buruk tetang bola ini ada di ingatan anak-anak kita. Aku ingin stadion adalah tempat yang aman dan nyaman sehingga mari bersama kita mengawal, mendukung, usut tuntas kasus ini agar tidak terulang lagi.

Salam satu jiwa^^

Praktek Jurusan Rasa Traveling

Kesempatan ke Malang itu tiba pada awal tahun 2010 di akhir masa kuliah. Sebagai mahasiswa jurusan kehutanan, salah satu syarat kelulusan kami adalah praktek jurusan. Saat itu, kami akan dibagi dalam beberapa kelompok yang oleh pengurus jurusan akan disebar ke berbagai Taman Nasional di seluruh Indonesia.

Alhamdulillah, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) di sanalah aku berjodoh. Artinya, aku bakal ke Malang… Horeeee!!!

Sebelum praktek langsung ke lapangan, kami harus presentasi di Balai TNBTS di Kota Malang. Lokasi kami praktek di antaranya Ranu Pani, Gunung Bromo, Gunung Widodaren, Gunung Batok, Cemorolawang, dan Pananjakan.

Ranu Pani

Perjalanan naik jeep dari Tumpang ke Ranu Pani ini tak akan aku lupakan seumur hidupku. Jeep terus menanjak meninggalkan kepadatan. Di kiri kanan kami terpampang bukit-bukit yang diolah menjadi lahan budidaya sayur. Lantas pemandangan seketika berubah ketika menembus hutan. Pepohononan yang masih rimbun menjadikan nuansa begitu hening. Lokasi yang sudah masuk daerah pegunungan mengubah hawa mulai menusuk kulit.

Trek pun kian menantang. Di depan kami ada mobil 4WD begitu aku menyebutnya, yang biasa digunakan untuk patroli hutan selip. Tanah becek membuat roda mobil tak bisa menggigit hingga membutuhkan bantuan. Sopir dan kawan kami yang lelaki spontan turun ikut mendorong. Terus melaju hamparan bukit ‘teletubbies’ di kiri kami nun di bawah sana. Layaknya the lost world. Potongan surga itu ada di sini.

Bagi pendaki, Ranu Pani tidaklah asing. Lokasi ini menjadi basecamp sebelum mendaki ke Puncak Mahameru. Waktu kami tiba, pendakian sedang ditutup. Jadi, impian berada di tanah tertinggi Pulau Jawa urung sudah.

Ranu dalam bahasa tengger artinya danau. Jika di Gunung Semeru ada Ranu Kumbolo yang digambarkan begitu cantik dalam film ‘5cm’, keindahan Ranu Pani ini tak kalah menawan. Ia tersembunyi di balik guest house dan pemukiman penduduk. Beruntunglah kami saat itu menginap di guest house yang langsung menghadap danau ini.

Di hari terakhir, kami menyempatkan berjalan-jalan di sekitar Ranu Pani. Ternyata, ada satu lagi ranu, namanya Ranu Regulo. Ranu ini lebih sepi. Namun, di situlah eksotisnya. Tanpa adanya papan petunjuk, kemungkinan tak banyak yang tahu lokasi ini. Saat itu, aku hanya melihat sebuah bangunan rumah kayu yang sudah tak terawat.

Cemorolawang

Cemorolawang merupakan pintu masuk TNBTS dari Probolinggo. Untuk sampai ke Cemorolawang dari Ranu Pani, kami melalui bukit ‘teletubbies’ yang sebelumnya kami lihat. Pemandangan yang menakjubkan yang tak kalah dari Swiss menurutku. Jeep kami menembus jalan cor yang membelah semak-semak. Dedaunan hijau itulah yang terlihat bak permadani menghampar.

Di Cemorolawang, kami menginap di asrama polisi hutan. Walaupun agak jauh dari pintu masuk tapi pemandangan di sini sangat menawan. Bayangkan setiap pagi kami bisa melihat gagah dan moleknya jajaran gunung kebanggaan itu. Dari teras, Gunung Bromo, Gunung Batok, dan jajaran gunung lainnya berjajar bak dalam lukisan. Berikut lautan pasir. Sesekali terlihat asap putih mengepul dari kawah Gunung Bromo. Dan, alangkah senangnya di suatu sore yang cerah, cahaya kemerahan sunset itu memanjakan kami.

Di Cemorolawang ini aku pertama mengenal tahu tek. Kuliner khas Malang. Warung berdinding bambu itu ada sekitar setengah kilometer sebelum pintu masuk TNBTS. Sederhana dan cocok buat kantong mahasiswa kala itu. Rasanya pun khas. Campuran telur dadar dengan potongan tahu yang disiram dengan sambal kacang.

Pananjakan

Pananjakan merupakan titik untuk melihat matahari terbit. Pagi-pagi buta sekitar jam 2 dini hari kami melawan dingin udara bromo. Seperti sebelumnya, jeep merupakan transportasi andalan di sini. Sesampai di Pananjakan, ternyata kami bukan yang pertama. Di ujung tebing telah berdesak-desakan wisatawan menanti matahari terbit. Namun, sayangnya kami tak mendapat golden sunrise atau matahari terbit bulat sempurna dengan cahaya keemasannya.

Kembali ke Malang bersama Teman Hidup

Malang meski aku sudah pernah ke sana, tapi rasanya aku ingin balik dan balik lagi. Alasannya karena pertama, impian mendaki Gunung Semeru itu belum tercapai. Kedua, dulu kan judulnya ‘praktek’. Ketiga, aku ingin berbagi keindahan dan kebahagiaan bersama orang yang aku sayangi dan membuat cerita bersama. Karena itu, bersama Teman Hidup, aku ingin kembali ke tempat yang pernah aku kunjungi saat praktek plus berkemah di Ranu Kumbolo.

Camping di Ranu Kumbolo

Setelah aklimatisasi cuaca di Cemorolawang, aku ingin mengakhiri petualangan dengan berkemah di Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo yang sering menjadi tempat singgah baik untuk istirahat, bermalam, atau mengambil air bagi pendaki Semeru itu begitu menawan. Berada di ketinggian 2400 mdpl, Ranu Kumbolo dijuluki surganya Gunung Semeru.

Tadinya, aku ingin menggapai puncak. Tapi, aku tak boleh egois. Ketiga anakku belum disiapkan mentalnya untuk mendaki setinggi itu dan berhari-hari pula. Meskipun, mereka sejak kecil sudah kerap aku ajak ke puncak gunung-gunung yang pendek sebagai latihan. Aku suka mendaki. Bukan untuk pongah tapi semakin ingin berserah.

Rencana Perjalanan

Bicara traveling tak bisa ujug-ujug kita ada di sana, memangnya doraemon yang punya pintu ajaib? Dulu sewaktu praktek dari Yogyakarta, aku ke Malang, naik bus dari Terminal Giwangan. Perjalanan dilakukan saat malam hari sehingga sontak tak ada yang banyak kami nikmati kecuali tidur.

Namun, kali ini, aku ingin naik kereta api dari Bandung. Aku beserta rombongan keluarga Darma ingin merasakan sensasi Zafran dan kawan-kawan dalam film “5cm”. Apabila mereka naik kereta api dari Stasiun Senen, Jakarta. Aku ingin mengawali petualangan ini dari Stasiun Bandung. Untuk rutenya sendiri, Cemorolawang terlebih dahulu baru pulangnya dari Ranu Pani.

Perjalanan kali ini, aku ingin menggabungkan traveling ala koper dan ransel. Semuanya lebih mudah berkat Traveloka.

Beberapa tahun lalu, aku sempat iseng bertanya ke teman-teman tentang Traveloka di sebuah status. Ternyata banyak yang merespon dan ternyata banyak temanku pengguna Traveloka. Di antaranya, Sahabatku yang dapat suami orang Kalimantan Barat selalu pesan tiket pesawat dari Traveloka ketika mudik. Ada juga yang bekerja di Filipina pun selalu mengandalkan Traveloka untuk urusan tiket pesawat.

Akhirnya, aku pun ikut penasaran.

Dengan Traveloka ter-install di smartphone, kami tak perlu takut menggelandang. Karena kami sudah bisa pesan hotel melalui aplikasi.

Ala Koper

Tadinya aku tidak yakin ada hotel yang bisa di booking dengan Traveloka di Cemorolawang karena lokasinya di gunung.

Eitss… Aku salah dong ternyata banyak pilihan booking hotel murah di Traveloka. Malahan ada rekomendasi “7 Hotel di Bromo dengan Pemandangan Terbaik” dari Traveloka.

Karena sekarang aku sudah tak sendiri, Teman Hidup aku pun tak hanya suami tapi juga ada tiga bocah, jadi kamar tempat menginap jadi pertimbangan utama. Sempat bertanya-tanya juga, apakah ada hotel rekomendasi yang menyediakan family room.

Ada dong, aku menemukan Hotel Lava View Lodge. Lalu, kenapa memutuskan memilih hotel ini?

Karena hotel dengan arsitektur Jawa ini, mendapat rating Traveloka 8.3 alias mengesankan. Dari review tamu sebelumnya, aku jadi tahu kalau kita bisa melihat sunrise kapanpun semaunya. Termasuk dari dalam kamar. Jadi, tidak usah pagi-pagi buta berjejalan. Sebab, lokasinya langsung menghadap ke Bromo.

Untuk tipe family memiliki luas 48 meter persegi. Bisalah buat bocil-bocil lelumpatan. Untuk fasilitasnya sendiri sudah lengkap. Sembari rehat sebelum menguras fisik, kami bisa berleha-leha sejenak sembari staycation.

Sampai lupa, untuk budget-nya sangat terjangkau. Untuk tipe family di harga satu jutaan. Menurutku ini sesuai dengan fasilitas yang diterima juga sih. Booking di Traveloka juga ada potongan harga yang menggiurkan.

Ala Ransel

Selepas puas ber-staycation di Hotel Lava View Lodge dan berjalan-jalan di destinasi sekitarnya yang cukup dengan jalan kaki, mulailah petualangan ala ransel kami. Setelah mendaftar di Ranu Pani, saatnya menuju Ranu Kumbolo, tempat Zafran mengetahui isi hati Riani yang dipendam untuknya.

Kalau Buddies, destinasi idamannya dimana, nih?

“Yuk ‘#LihatDuniaLagi dan bikin #StaycationJadi’ dengan Traveloka! Langsung meluncur ke Traveloka lewat link ini ya:

https://trv.lk/kompetisi-lihatdunialagi-bloggerperempuan

*Foto-foto dokumentasi pribadi diambil tahun 2009

Foto hotel tangkap layar dari Traveloka

Silakan meninggalkan jejak. Insya Alloh saya kunjungi balik^^

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.